Sabtu 07 Sep 2019 14:20 WIB

OJK Tasikmalaya Waspadai Praktik Fintech Ilegal

Fintech ilegal bukan kewenangan OJK melainkan kepolisian.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Friska Yolanda
Fintech (ilustrasi)
Foto: flicker.com
Fintech (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Praktik financial technology (fintech) yang tengah berkembang di Indonesia dinilai memiliki dua pengaruh untuk masyarakat. Di satu sisi, kemajuan teknologi itu membuat transaksi semakin mudah dilakukan. Namun di sisi lain masih banyak masyarakat yang belum paham praktik fintech, sehingga berpotensi tertipu.

Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tasikmalaya Asep Ruswandi mengatakan, pihaknya terus mewaspadai praktik fintech ilegal yang kerap terjadi di masyarakat. Bahkan, secara nasional OJK telah menggandeng Bareskrim Polri untuk membentuk Satuan Tugas  Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana masyarakat dan Pengelolaan Investasi atau Satgas Waspada Investasi (SWI). Tujuannya tak lain untuk menindak pelaku praktik investasi ilegal dan fintech ilegal, demi melindungi kepentingan masyarakat.

"Jumlah fintech tidak terdaftar atau tidak memiliki izin dari OJK yang berpotensi merugikan masyarakat pada 2018 tercatat 404 entitas. Sedangkan 2019 ada tambahan 826 entitas, sehingga secara total jumlahnya mencapai 1.230 entitas," kata dia, Sabtu (7/9).

Menurut dia, fintech ilegal sebenarnya bukan merupakan kewenangan OJK untuk menindak. Pasalnya jelas, OJK tak memberi izin atas praktik fintech itu. 

Karena itu, dalam melakukan pengawasan OJK melibatkan polisi untuk menindak secara pidana. Apalagi, jika ada yang melakukan peanggaran seperti penagihan tidak beretika, teror, intimidasi atau tindakan yang tidak menyenangkan lainnya.  

Kami juga meminta ada peran aktif dari masyarakat agar melaporkan entitas tersebut kepihak kepolisian apalagi yang telah mengandung unsur pidana.

"Kita juga punya beban secara moral karena fintech merupakan produk OJK yang berhubungan dengan pendanaan keuangan. Masyarakat juga harus aktif, kalau ada pelanggaran, lapor polisi," kata dia.

Asep juga mengingatkan masyarakat untuk terus waspada dalam melakukan praktik pinjaman secara daring. Ia menyebut, ciri-ciri fintech ilegal itu di antaranya tidak memiliki izin resmi, tidak memili identitas jelas, pemberian pinjaman dengan sangat mudah, informasi bunga dan denda tidak jelas, bunga tidak terbatas, penagihan tidak ada batas waktu, ancaman teror kekerasan, penghinaan, pencemaran nama baik, serta tidak adanya layanan pengaduan.

"Kami sarankan, pinjaman juga mesti disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan, untuk kepentingan produktif, juga pahami risiko sebelum memutuskan," kata dia.

OJK Tasikmalaya sendiri belum memiliki data valid terkait kasus masyarakat yang menjadi korban praktek fintech landing ilegal diwilayah kerja mereka. Namun, lanjut dia, masyarakat harus segera melapor apabila menemukan praktek fintech lending yang disinyalir ilegal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement