Jumat 06 Sep 2019 16:10 WIB

Darmin Janji Bakal Cabut Izin Berbelit Bagi Calon Investor

Sejauh ini pemerintah baru sebayas menyederhanakan persyaratan perizinan.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Menteri Koordinator Perekonomian Indonesia, Darmin Nasution bertemu dengan mitra usaha Amartha yakni Apsiah, pelaku usaha ikan cupang dan Ratna, pelaku usaha keset dari Ciseeng, Bogor.
Foto: Amartha
Menteri Koordinator Perekonomian Indonesia, Darmin Nasution bertemu dengan mitra usaha Amartha yakni Apsiah, pelaku usaha ikan cupang dan Ratna, pelaku usaha keset dari Ciseeng, Bogor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution, menyebut  kembali melakukan identifikasi terhadap berbagai perizinan bagi para investor asing dan domestik yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia. Ia mengatakan, izin yang tidak berguna akan dihilangkan.

"Kita sedang identifikasi, yang sebenarnya tidak ada (izin) atau tidak ada gunanya akan dihilangkan," kata Darmin kepada wartawan di kantornya, Jumat (6/9).

Baca Juga

Ia mengungkapkan, upaya penyederhanaan izin investasi bukan hanya soal aturan yang dikeluhkan investor. Namun, seluruh regulasi yang membuat lambat. 

"Bisa saja itu hanya rekomendasi dan bukan izin. Tapi justru membuat (proses) lambat," katanya menambahkan.

Pemerintah tidak akan ragu untuk mencabut berbagai persyaratan untuk memenuhi satu izin. Sebab, sejauh ini Darmin mengakui pemerintah baru sebatas melakukan penyederhanaan persyaratan untuk mendapatkan perizinan.

Bank Dunia dalam risetnya bertajuk Global Economic Risks and Implications for Indonesia menyebut, Indonesia belum mengambil peluang dari adanya relokasi perusahaan di Cina yang ingin menghindari perang dagang. Selama bulan Juni-Agustus 2019, sebanyak 33 perusahaan merelokasi pabriknya ke luar negeri untuk menghindari ancaman perang dagang AS-Cina.

Relokasi terpaksa dilakukan agar produk yang dihasilkan tidak terkena kebijakan tarif bea masuk yang tinggi untuk ekspor ke AS. Dari catatan Bank Dunia, 23 perusahaan pindah ke Vietnam. Sedangkan sisanya, 10 perusahaan bergeser ke Kamboja, India, Malaysia, Meksiko, Serbia, dan Thailand.

Pada tahun 20167, sebanyak 73 perusahaan merelokasi pabriknya dari Jepang, Cina dan Singapura ke Vietnam, 43 perusahaan ke Thailand, serta 11 perusahaan ke Filipina. Sementara, jumlah perusahaan yang melakukan relokasi ke Indonesia hanya 10 perusahaan.

"Bisnis keluar dari Cina tapi tidak datang ke Indonesia karena (perizinan) negara-negara sekitar Indonesia lebih mudah," kata Bank Dunia.

Sementara rendahnya minat berinvestasi di Indonesia, laju defisit transaksi berjalan atau current account defisit (CAD) hingga akhir 2019 diprediksi tembus 33 miliar dolar AS atau lebih tinggi dari 2018 sebesar 31 miliar dolar AS.

"Solusinya bukan menurunkan angka CAD, tapi menambah investasi langsung. CAD yang rendah bisa melemahkan pertumbuhan ekonomi," tambahnya.

Masih menurut Bank Dunia, jika CAD Indonesia terus meningkat tapi untuk kepentingan pertumbuhan investasi sektor riil bukan menjadi masalah. Namun, yang menjadi masalah serius adalah jika CAD Indonesia mengalami volatilitas yang didominasi oleh pegereakan di pasar modal yang notabene merupakan hot money.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement