Jumat 06 Sep 2019 07:28 WIB

JK: Rokok Lebih Mahal Dibanding Iuran BPJS

Puan menegaskan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tinggal menunggu perpres.

Wakil Presiden Jusuf Kalla saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (4/9).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (4/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menegaskan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak akan berpengaruh terhadap orang yang tidak mampu. Sebab, kenaikan iuran untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang berasal dari kalangan tidak mampu yang berjumlah 129,81 juta ditanggung seluruhnya oleh pemerintah.

Dia mengatakan, kenaikan iuran semestinya juga tidak memberatkan peserta mandiri kelas I dan kelas II BPJS Kesehatan yang menurutnya berasal dari kalangan mampu dan memiliki pekerjaan. Hal itu disampaikan JK saat menjawab pertanyaan anggota pengurus besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) karena setuju dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

JK mengatakan, iuran BPJS Kesehatan masih lebih rendah dibandingkan pengeluaran kebutuhan pribadi seperti membeli pulsa. Apalagi, hampir semua orang memiliki telepon seluler.

"Di rumahnya biasa itu ada tiga HP, itu bapaknya, ibunya, anaknya, rata-rata pulsa itu saya kira 20-30 ribu. Jadi kenaikan itu setengah dari pengeluaran HP, sebulan satu orang jadi tidak besar," ujar JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, kemarin.

Apalagi, menurut JK, jika dibandingkan pengeluaran seseorang yang merokok. JK mengingatkan, membayar iuran BPJS Kesehatan jauh lebih penting dan lebih sedikit pengeluarannya ketimbang membeli rokok.

"Merokok satu bungkus sehari. Biaya yang hampir sama bisa untuk bayar iuran per bulan. Jadi tidak besar dibandingkan pengeluaran yang lain, tapi sangat bermanfaat untuk kehidupan kesehatan dia," ujar JK.

JK menegaskan, iuran BPJS Kesehatan yang berlaku terlalu murah dibandingkan manfaat yang diterima. JK menerangkan, saat ini penerima manfaat BPJS Kesehatan di semua kelas memperoleh pelayanan kesehatan yang sama. "(Mulai) Rp 23 ribu, tapi bisa operasi jantung. Sakit apa pun ditanggung BPJS," ujarnya.

photo
Petugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melayani warga di kantor BPJS Kesehatan Cabang Jakarta Selatan, Senin (2/9).

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengatakan, keputusan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tinggal menunggu diterbitkannya peraturan presiden (perpres). "Kalau perpresnya sudah ditandatangani, semua harus kita lakukan," kata Puan usai menghadiri acara penganugerahan kehormatan kepada dirinya dari Lemhannas di Jakarta, Kamis.

Puan menyebutkan, iuran BPJS Kesehatan memang sudah seharusnya disesuaikan karena sudah lima tahun tidak mengalami perubahan. Ditambah lagi, amanat dari undang-undang yang memungkinkan adanya penyesuaian ulang iuran BPJS Kesehatan, yang seharusnya dilakukan setiap dua tahun sekali.

Puan menyatakan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan mulai diterapkan untuk masyarakat umum pada 1 Januari 2020, terlepas DPR RI dalam hasil kesimpulan rapat kerja gabungan bersama Komisi IX dan Komisi XI pada Senin (2/9) menyatakan, menolak kenaikan iuran yang diusulkan pemerintah. Puan menilai, DPR hanya meminta kepada pemerintah dan pemangku kepentingan terkait penyelenggaraan program JKN untuk membenahi sistem dan pengelolaan jaminan sosial yang pesertanya sudah mencapai 220 juta jiwa tersebut.

Selain itu, Puan berpendapat, kenaikan iuran yang baru diterapkan pada masyarakat umum per 1 Januari 2020 memberikan waktu kepada pemangku kepentingan terkait JKN-KIS untuk memperbaiki berbagai hal. Ia memastikan, kenaikan iuran telah melalui berbagai macam kajian yang bisa dipertanggungjawabkan.

"Penyesuaian ini tidak dilakukan serta-merta begitu saja. Ada komitmen-komitmen tertentu yang sudah dibicarakan dengan DPR untuk kita lakukan perbaikan-perbaikan secara menyeluruh," ujar dia. n fauziah mursid/antara ed: satria kartika yudha

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement