REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Uni Eropa menegaskan bahwa tidak ada kampanye hitam (black campaign) terkait produk minyak kelapa sawit dari Indonesia yang akhirnya mengubah pasar dan tren konsumen di negara-negara tersebut.
Kuasa Usaha Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia Charles Michel-Geurts menjelaskan bahwa tidak ada intervensi dari komite untuk membuat kampanye hitam terhadap produk yang mengandung kelapa sawit di UE. Menurut dia, pelabelan soal produk "bebas kelapa sawit" atau "palm oil free" diatur oleh pasar itu sendiri.
"Uni Eropa sebagai lembaga dan pemerintahan, tidak ada hubungannya terkait kampanye itu. Lembaga seperti NGO dan para produsen lah yang membuat 'branding' tersebut pada produk, itu pilihan dan strategi mereka dalam menangkap pasar," kata Charles dalam media briefing di Jakarta, Kamis (5/9).
Charles menjelaskan bahwa saat ini konsumen di negara-negara Eropa telah memikirkan risiko terhadap produk makanan yang mereka konsumsi. Menurut dia, beberapa perusahaan memberi label produk seperti "Bebas Minyak Sawit" mencerminkan preferensi konsumen tersebut. Hal yang sama juga dilakukan untuk produk lain seperti "bebas gluten", "bebas gula" dan "bebas pestisida".
"Tidak ada peraturan dari EU soal kampanye tersebut. Satu-satunya peraturan dari kami adalah ketika perusahaan memberi label tersebut, 'gluten free', 'sugar free', 'palm oil free' adalah memberi fakta bahwa itu benar adanya," kata Charles.
Ia menambahkan bahwa UE telah dan masih menjadi importir kedua terbesar untuk minyak kelapa sawit dari Indonesia. Namun lagi-lagi, kebutuhan akan minyak kelapa sawit tersebut dipengaruhi oleh segmentasi pasar.
Menurut data Uni Eropa, nilai impor UE pada 2018 untuk komoditas minyak sawit dari Indonesia turun 22 persen dibandingkan 2017. Saat harga minyak kelapa sawit jatuh pada 2018, nilai gabungan ekspor minyak sawit dan biodiesel Indonesia ke UE hanya turun sebesar 2 persen dibandingkan 2017.
Dalam lima bulan pertama 2019, volume impor CPO Indonesia telah meningkat sebesar 0,7 persen. Pangsa pasar Indonesia di UE tetap menjadi yang terbesar yaitu 47 persen.