REPUBLIKA.CO.ID, Diasuh Oleh: Dr Oni Sahroni, Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI
Assalamu'alaikum, Ustaz.
Dalam produk-produk bank syariah yang menggunakan skema murabahah atau ijarah seperti pembiayaan rumah, pembiayaan kendaraan, pembiayaan umrah, pembiayaan pendidikan, dan sejenisnya, bank sebagai penjual harus memiliki barang/jasa yang akan dijualnya kepada nasabah. Bagaimana kriteria kepemilikan tersebut? Mohon penjelasan, Ustaz.
Harun-Malang
--
Wa'alaikumussalam wr. wb.
Salah satu ketentuan yang harus dipenuhi oleh bank syariah sebagai penjual dalam akad murabahah atau ijarah adalah memiliki terlebih dahulu barang/jasa yang dipesan oleh nasabah.
Di antara indikator kepemilikan tersebut adalah si pemilik bisa menjual, menghibahkan, dan meminjamkannya layaknya barang milik sendiri. Teknis dan mekanismenya diserahkan kepada tradisi dan kelaziman yang berlaku di otoritas dan industri keuangan syariah pada khususnya.
Al-Khatib asy-Syarbini menjelaskan: "Ketika syariat Islam ini mewajibkan serah terima dalam setiap transaksi itu tanpa menjelaskan mekanismenya, maka yang menjadi rujukan adalah tradisi pelaku pasar." (Al-Khatib, Mughnil Muhtaj, 2/72).
Di antara contoh mekanisme bank memiliki barang atau jasa yang dipesan oleh nasabah adalah sebagai berikut. Pertama, bank membeli barang/jasa tersebut secara langsung (tanpa wakalah) dari supplier secara tunai ataupun tidak tunai.
Kedua, bank syariah memberikan kuasa kepada nasabah untuk membeli barang/jasa dari supplier, baik secara tunai ataupun tidak tunai. Di antara contoh dari dua mekanisme tersebut di atas, misalnya pada saat wakalah sudah ditandatangani maka nasabah menghubungi supplier via telepon untuk memesan dan membeli barang/jasa dengan memenuhi kriteria ijab kabul sehingga barang/jasa tersebut telah sah menjadi milik bank syariah.
Misalnya, bank membeli barang/jasa tersebut dari supplier yang ditandai dengan purchase order kepada supplier dan invoice dari penjual. Jika substansi purchase order tersebut adalah ijab kabul yang dipahami kedua belah pihak sebagai jual beli yang melahirkan perpindahan kepemilikan. Media transaksi dan ijab kabul yang digunakan baik melalui lisan, tulisan, atau media lain seperti e-mail dan telepon sesuai dengan peraturan dan kelaziman yang berlaku.
Ketiga, jika nasabah sebelum datang ke bank syariah telah menerima kuasa, nasabah melakukan pembelian kepada supplier. Pada saat datang ke bank syariah, nasabah membawa surat pernyataan bahwa barang-barang tersebut sudah dibelinya.
Selanjutnya, dropping atau pencairan dana dengan cara bank syariah mentransfer sejumlah uang tertentu kepada supplier melalui rekening nasabah sebagai pelunasan atas transaksi ijab kabul yang dilakukan setelah wakalah. Pencairan ini bukan untuk membeli, tetapi melunasi pembelian yang sudah dilakukan antara nasabah dengan supplier.
Kemudian, nasabah mengambil barang atau bahan material sesuai RAB di beberapa toko dan nasabah menyerahkan bukti penggunaan dana, bukti kepemilikan atau invoice atas barang tersebut. Selanjutnya, nasabah membayar angsuran atas barang yang dibelinya dengan akad murabahah dari bank syariah.
Walaupun diperbolehkan menurut fikih, ketiga mekanisme tersebut juga harus mempertimbangkan aspek legal, aspek risiko, dan aspek lainnya.
Kesimpulan tersebut di atas sebagaimana Fatwa DSN MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah yang membolehkan kepemilikan secara prinsip dan pendapat mazhab Syafi'i yang menegaskan bahwa perpindahan kepemilikan dimungkinkan terjadi dengan adanya ijab kabul.
Begitu pula kebolehan pembelian dengan kuasa tersebut sesuai dengan Fatwa DSN MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah yang membolehkan wakalah dalam transaksi murabahah. "Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.”
Sebagaimana ditegaskan dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah: "Pembeli memiliki barang dan penjual memiliki harga barang dengan sekadar akad jual beli yang sah dan tanpa menunggu adanya serah terima (taqabudh)." (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah, juz 9, hlm 37).
Semoga Allah SWT memudahkan setiap ikhtiar kita dan memberkahinya. Amin.