Rabu 04 Sep 2019 10:10 WIB

Aktivitas Swasta Hong Kong Capai Titik Terendah Satu Dekade

Ekonomi Hong Kong mengarah ke resesi pada kuartal ketiga 2019.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Massa berkumpul di luar Bandara Hong Kong, Ahad (1/9). Operator kereta ekspres di Bandara Hong Kong menunda operasionalnya akibat aksi massa.
Foto: AP
Massa berkumpul di luar Bandara Hong Kong, Ahad (1/9). Operator kereta ekspres di Bandara Hong Kong menunda operasionalnya akibat aksi massa.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG – Kinerja aktivitas sektor swasta Hong Kong mengalami laju penurunan tercepat dalam lebih dari satu dekade pada Agustus. Kondisi ini disampaikan dalam sebuah survei bisnis yang dirilis pada Rabu (4/9).

Penyebabnya, tensi perang dagang yang meningkat dan kerusuhan politik lokal sehingga menghantam semua aspek permintaan domestik maupun luar negeri.

Baca Juga

Dilansir di Reuters, Rabu (4/9), Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Manager Index/ PMI) IHS Markit Hong Kong menyentuh 40,8 pada bulan lalu. Tingkat tersebut turun dari 43,8 pada Juli, menandakan penurunan paling tajam di sektor swasta sejak Februari 2009.

Ekonom utama di IHS Markit, Bernard Aw, mengatakan, data PMI tersebut mengungkapkan ekonomi Hong Kong mengarah ke resesi pada kuartal ketiga. "Ini dikarenakan aktivitas bisnis semakin diperburuk oleh kelumpuhan akibat aktivitas protes massa," tuturnya.

Ratusan ribu orang diketahui ‘turun’ ke jalan sejak pertengahan Juni. Mereka protes, menyerukan kebebasan demokrasi yang lebih luas di wilayah bekas koloni Inggris tersebut. Demonstrasi mengarah langsung tuduhan ke Beijing yang segera menuduh ke negara Barat, terutama Amerika Serikat dan Inggris.

Krisis politik dan kombinasinya dengan perang dagang yang menyebabkan hambatan perdagangan memicu pesimisme pada dunia bisnis. Kepercayaan merosot ke rekor terendah. Berbagai pesanan baru tercatat terus menurun, terutama dari kawasan daratan Cina.

Hong Kong tercatat berada di ambang resesi pertamanya dalam satu dekade karena ekonomi yang menyusut 0,4 persen pada April hingga Juni dibanding dengan kuartal sebelumnya. Ini terjadi seiring dengan aktivitas protes yang semakin keras sehingga berdampak negatif terhadap tingkat wisatawan dan memukul penjualan ritel di salah satu pusat perbelanjaan paling populer di dunia.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement