Selasa 03 Sep 2019 14:48 WIB

Kementan Prediksi Cabai tak Lagi Sumbang Inflasi

Kementan terus mendorong tingkat produksi petani hortikultura, terutama cabai.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Lapak cabai salah satu penjual di pasar Jambu Dua, Tanah Sareal, Kota Bogor, Senin (26/8).
Foto: Republika/Nugroho Habibi
Lapak cabai salah satu penjual di pasar Jambu Dua, Tanah Sareal, Kota Bogor, Senin (26/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) Prihasto Setyanto memprediksi, musim panen raya cabai akan terjadi dalam kurun waktu dua hingga tiga pekan lagi. Oleh karena itu, diprediksi, kontribusi komoditas cabai merah ataupun rawit terhadap inflasi tidak akan tinggi lagi, seperti yang terjadi pada Agustus. 

Prihasto mengatakan, Kementan terus mendorong tingkat produksi para petani hortikultura, terutama cabai. Diprediksi, panen raya akan terjadi di sejumlah daerah, dari Banyuwangi, Tuban, Cianjur hingga Kulon Progo.

Baca Juga

"Banyak sekali," tuturnya ketika ditemui di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (3/9). 

Hanya saja, Prihasto tidak memiliki data perkiraan produksi cabai pada panen raya mendatang. Ia hanya menyebutkan, setelah panen raya tersebut, para petani akan langsung menanam kembali agar terjadi produksi yang berkesinambungan. Dengan begitu, ketersediaan komoditas di pasaran dapat terjaga sehingga mencegah kontribusi terhadap inflasi tidak semakin tinggi. 

Prihasto mengakui, peranan cabai terhadap inflasi dikarenakan imbas dari masa panen yang terjadi beberapa bulan lalu. Saat itu, harga cabai anjlok sehingga para petani tidak merawat tanamannya kembali. Kondisi itu diperparah dengan musim kemarau yang agak panjang. "Sehingga, produksinya kurang," ucapnya. 

Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Nailul Huda menyebutkan, komoditas hortikultura memang menjadi tantangan terbesar bagi pemerintah untuk menjaga stabilitas inflasi. Hal ini terlihat dari inflasi volatile food atau komponen bergejolak yang sudah menyentuh 5,86 persen selama periode Januari hingga Agustus 2019. Sementara itu, tingkat inflasi tahunannya (year on year), telah mencapai 5,96 persen. 

Tidak hanya pada musim kemarau, Huda menekankan pemerintah juga harus waspada pada musim penghujan. Sebab, sejumlah komoditas juga kerap mengalami masalah saat memasuki masa-masa di mana intensitas hujannya tinggi. Salah satu upaya yang harus dilakukan pemerintah adalah pengadaan storage atau gudang. "Untuk menjaga stok produk hortikultura," ucapnya ketika dihubungi Republika.co.id, Selasa. 

Secara umum, Huda menilai, kondisi inflasi pada Agustus ini sebenarnya masih terkendali karena berada di bawah target pemerintah 3,5 persen (yoy). Harga cabai merah dan rawit berperan besar dari bahan pangan, selain ada kenaikan inflasi dari sisi biaya pendidikan. Musim kemarau yang sangat panjang dibandingkan dengan tahun-tahun kemarin menjadi faktor utamanya. 

Namun, kondisi tersebut akan membaik pada September atau Oktober. Senada dengan prediksi Kementan, Huda menyebutkan, beberapa daerah sudah memasuki masa penghujan yang menunjukkan tanda-tanda masa panen cabai akan mulai. "Nampaknya, akan semakin turun inflasi dari harga cabai," tuturnya. 

Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menyebutkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan inflasi pada Agustus ini mencapai 0,12 persen. Di antaranya, kenaikan cabai merah memberikan andil 0,1 persen terhadap inflasi.

Penurunan suplai cabai merah di beberapa sentra produksi akibat kemarau panjang menjadi penyebab utamanya. Kenaikan cabai merah terjadi di 62 kota IHK. Salah satunya, di Mamuju yang naik 54 persen, sedangkan di Kupang 14 persen. 

Penyebab lainnya adalah kenaikan cabai rawit yang memberikan andil terhadap inflasi 0,07 persen. Kenaikan harga cabai terjadi di 73 kota, termasuk Makassar dan Pare-pare.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement