Senin 02 Sep 2019 16:27 WIB

Standardisasi Halal Global Dikaji

Sertifikasi halal Indonesia atau negara OKI lainnya belum tentu saling dapat diterima

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi Sertifikat Halal
Foto: Foto : MgRol100
Ilustrasi Sertifikat Halal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah didorong untuk meningkatkan kesepakatan kerja sama dagang ke sejumlah negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk menurunkan tarif masuk. Kesepakatan kerja sama di dalamnya juga perlu diiringi aspek kesepakatan mengenai standardisasi, akreditasi, dan sertifikasi halal global.

Ketua Halal Indonesia Lifestyle Center Sapta Nirwandar menyampaikan, peluang pasar produk halal Indonesia di kancah global terbuka, khususnya di negara-negara OKI. Minimnya perjanjian saat ini memicu pengenaan tarif produk halal yang masih tinggi. Menurutnya, pemerintah harus lebih intensif lagi melakukan perundingan halal.

"Nah itu yang mestinya dirundingkan oleh sistem perdagangan multilateral. Bagaimana perundingan itu nantinya enggak saling bunuh, soal tarif," ujar Sapta kepada wartawan, di Jakarta, Senin (2/9).

Dia mendorong pemerintah Indonesia untuk dapat memanfaatkan posisi sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar dunia agar dapat mempengaruhi para anggota OKI menerapkan tarif yang relevan. Pengenaan tarif masuk, kata dia, idealnya di negara-negara OKI tak perlu terlalu tinggi.

Dia membeberkan, saat ini Indonesia tengah fokus mengembangkan lima sektor produk halal antara lain makanan dan minuman (mamin), pariwisata halal, farmasi, fashion, dan startup. Menurutnya, pasar produk halal Indonesia terbuka luas asalkan fasilitas negara melalui kemudahan-kemudahan tarif dapat dibenahi secara baik.

Di sisi lain dia menggarisbawahi masih terdapat sejumlah pekerjaan rumah antar-sesama anggota negara OKI. Permasalahan adalah tentang bagaimana mengatur standarisasi, akreditasi, dan sertifikasi halal secara global. Sebab, setiap negara-negara OKI menerapkan prinsip dan filosofi hukum (madzhab) yang berbeda-beda.

"Misalnya standar produk baju, kan mesti ada ukuran. Standar ini diatur, perlu ada standarisasi, akreditasi, dan sertifikasi," ungkapnya.

Saat ini dia menjelaskan, pemerintah bersama negara anggota OKI masih melakukan perundingan guna menyamakan pandangan antara sesama negara Islam. Beberapa negara yang memiliki kekutaan di produk halalnya sudah lebih dulu menerapkan standarisasi.

"Seperti Turki, Malaysia, bahkan Thailand sudah sangat powerful di sektor maminnya. Halalnya kuat," ujarnya.

Staf Ahli Bidang Hubungan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Arlinda membenarkan masih belum adanya kesepakatan standardisasi halal global. Sehingga di beberapa negara, sertifikat produk halal Indonesia maupun antar-negara OKI lainnya belum tentu saling dapat menerima. Hingga kini, Arlinda menambahkan, standardisasi halal global masih dalam tahapan pengkajian lebih jauh. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement