Senin 02 Sep 2019 15:13 WIB

Kenaikan Harga Gabah Picu Daya Beli Petani Naik pada Agustus

Harga gabah kering giling di tingkat petani pada bulan Agustus naik 3,04 persen.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Buruh mengangkut karung berisi gabah di Kecamatan Somba Opu, Gowa, Sulawesi Selatan, Kamis (1/8/2019).
Foto: Antara/Arnas Padda
Buruh mengangkut karung berisi gabah di Kecamatan Somba Opu, Gowa, Sulawesi Selatan, Kamis (1/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai Tukar Petani (NTP) nasional pada Agustus mencapai 103,22 atau naik 0,58 persen dibanding dengan bulan sebelumnya. Kenaikan ini karena Indeks Harga yang Diterima Petani (It) naik sebesar 0,69 persen, lebih tinggi dibandingkan kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) sebesar 0,11 persen.

NTP sendiri merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di pedesaan. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan atau daya beli mereka. 

Baca Juga

Artinya, melihat kondisi NTP Agustus yang naik, daya beli petani berarti meningkat. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, kenaikan NTP pada Agustus terutama karena kenaikan harga dua komoditas utama.

"Gabah dan jagung," ujarnya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (2/9).

Secara rata-rata, harga Gabah Kering Giling (GKG) di tingkat petani pada bulan lalu tercatat Rp 4.759 per kilogram atau naik 3,04 persen dibanding dengan bulan Juli. Harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani juga naik 0,60 persen menjadi Rp 5.309 per kilogram. 

Kondisi serupa juga terjadi pada harga gabah kualitas rendah. Kenaikannya lebih signifikan, yakni 6,97 persen menjadi Rp 4.551 per kilogram. 

“Kenaikan tiga jenis gabah ini membuat penerimaan petani naik pada Agustus,” tutur Suhariyanto. 

Dari lima subsektor pertanian, NTP di keempatnya mengalami kenaikan. Yakni, NTP subsektor Tanaman Pangan (1,11 persen), Hortikultura (0,30 persen), Peternakan (0,97 persen) dan Perikanan (0,60 persen). Sedangkan, NTP subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat mengalami penurunan sebesar 0,43 persen. 

Suhariyanto menjelaskan, kenaikan di subsektor Tanaman Pangan lebih disebabkan naiknya harga berbagai komoditas di seluruh kelompok subsektor ini. Misalnya, padi dan palawija. 

Sementara itu, Suhariyanto menambahkan, kenaikan di subsektor Hortikultura naik karena harga cabai merah dan rawit yang naik pada sepanjang Agustus. "Dua komoditas ini juga yang menyebabkan inflasi karena harga di tingkat konsumen naik," tuturnya. 

Berbeda dengan subsektor lain, NTP Peternakan justru turun 0,43 persen. Hal ini terjadi karena It mengalami penurunan sebesar 0,36 persen. Penyebab utamanya, harga karet, kopi dan kakao yang turun, sehingga berdampak pada penurunan pendapatan petani. 

Dari seluruh provinsi, NTP Banten mencatat kenaikan NTP tertinggi (1,29 persen) dibandingkan kenaikan NTP provinsi lainnya. Penyebabnya, kenaikan komoditas gabah hingga 1,9 persen.

Sebaliknya, NTP Provinsi Jambi mengalami penurunan terbesar (1,53 persen dibandingkan provinsi lainnya). Harga komoditas karet yang turun sampai 4,06 persen menjadi faktor penyebabnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement