Senin 02 Sep 2019 14:12 WIB

Defisit BPJS, DPR: Tarif Naik Bisa Jamin Masalah Selesai?

Iuran BPJS yang dinaikkan adalah peserta penerima bantuan iuran yang ditanggung APBN.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Defisit BPJS Kesehatan dari tahun ke tahun
Defisit BPJS Kesehatan dari tahun ke tahun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari ini, Senin (2/9) Pemerintah bersama Komisi IX dan XI DPR RI menggelar rapat gabungan kedua untuk membahas masalah defisit BPJS Kesehatan yang makin membengkak. Dewan juga mempertanyakan pemerintah apakah dapat menjamin masalah defisit selesai jika tarif dinaikkan. Sebab, menurut DPR, masalah asuransi kesehatan nasional amat kompleks. 

Kritik keras salah satunya dilontarkan anggota Komisi XI DPR, Achmad Hatari. Ia mengatakan, pada lima tahun yang lalu, BPJS Kesehatan sudah mengalami defisit sekitar Rp 5 triliun, tapi tidak ada respons konkret dari pemerintah. Hanya narasi yang disampaikan tanpa ada tindak lanjut untuk menyentuh persoalan. 

Baca Juga

Setelah dibiarkan, defisit tahun ini diprediksi membengkak hingga Rp 28 triliun bahkan dapat mencapai Rp 32 triliun. Ia mengatakan, salah satu masalah yang paling rumit adalah soal tata kelola keuangan, kepatuhan, dan kepesertaan yang sangat buruk.

BPJS Kesehatan dan pemerintah kemudian berlindung dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dimana, PP tersebut menyebut bahwa tarif dapat dinaikkan selama 2 tahun sekali. 

"Apakah pemerintah bisa menjamin kalau defisit ditutup dengan kenaikan iuran, lalu masalah selesai? Terus terang masalah tidak selesai sampai disini," kata Hatari dalam rapat gabungan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (2/9). 

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah dalam membenahi BPJS Kesehatan. Hatari meminta agar pemerintah tidak sekadar berwacana dan mengamini rekomendasi BKPK tanpa ada langkah yang berkelanjutan terhadap sistem kesehatan nasional. 

"Kami tidak butuh narasi terlalu banyak. Kita asuransi pelat merah saja bermasalah. Semua bermasalah," ujarnya. 

Sementara itu, Anggota Komisi XI Refrizal menyarankan agar iuran BPJS Kesehatan yang dinaikkan adalah iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang ditanggung oleh pemerintah lewat APBN. Sementara, iuran mandiri untuk saat ini tidak dinaikkan.

"Naik itu gampang, tinggal bikin Surat Keputusan dan ditandatangani. Tapi masyarakat jadi sulit. Kita prihatin," ujar dia. 

Pihaknya mengatakan, ada langkah-langkah yang harus ditempuh bersama sebelum iuran dinaikkan. Hal itu agar masalah defisit dapat diselesaikan secara tuntas sehingga tidak terulang di kemudian hari. Menurut Refrizal, dalam jangka pendek, pelayanan rumah sakit harus diperbaiki dan pemerintah harus segera membantu menutupi defisit. 

Setelah utang-utang kepada rumah sakit selesai, baru dipikirkan strategi untuk menyelesaikan masalah BPJS Kesehatan dalam jangka panjang. Pihaknya pun mengatakan bahwa komisi XI sepakat membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menelusuri akar masalah. 

"Saya tidak setuju iuran masyarakat dinaikkan. Kecuali iuran pemerintah. Kita mau pindahkan ibu kota pakai banyak uang. Kenapa kebutuhan untuk sehat tidak clear? seharusnya pemerintah gerah," ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement