REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, ada dua faktor penyebab inflasi pada Agustus yang harus diperhatikan. Faktor itu adalah musim kemarau yang berdampak terhadap kondisi produksi bahan pangan dan pergerakan harga emas yang terus meningkat.
Suhariyanto menjelaskan, musim kemarau yang sudah terjadi selama beberapa bulan terakhir berdampak pada pergeseran musim tanam dan panen. Efek berikutnya, produksi pun terganggu yang turut berpotensi mengganggu pasokan di pasaran.
"Dampak ini diprediksi berlangsung sampai Oktober," ujarnya dalam konferensi pers di kantornya Jakarta, Senin (2/9).
Tapi, Suhariyanto memastikan, pemerintah sudah membuat berbagai kebijakan untuk menghadapi dampak tersebut. Di antaranya, menjaga kestabilan ketersediaan bahan pangan, terutama di sentra produksi.
Kelompok bahan makanan sendiri mengalami deflasi 0,19 persen pada Agustus dan memberikan kontribusi terhadap deflasi 0,06 persen. Meski begitu, masih ada beberapa komoditas yang juga mengalami kenaikan harga.
Komoditas yang memberikan andil pada deflasi adalah penurunan harga bawang merah akibat musim panen raya di sejumlah sentra produksi. Sebut saja Bima, Nganjuk, Pati dan Brebes. "Sehingga, andil bawang merah ke deflasi 0,08 persen karena turun di 79 kota IHK (Indeks Harga Konsumen)," ucap Suhariyanto.
Penurunan harga tomat sayur juga memberikan andil dengan kontribusi 0,05 persen terhadap deflasi. Di sisi lain, bawang putih turut mengalami penurunan harga dan berkontribusi 0,02 persen terhadap deflasi. Daging ayam ras dan beberapa komoditas sayuran masing-masing berkontribusi terhadap deflasi masing-masing 0,01 persen.
Di sisi lain, Suhariyanto menuturkan, ada beberapa komoditas yang masih mengalami kenaikan harga dan memberikan sumbangan pada inflasi. Sebut saja cabai merah yang naik di 62 kota IHK. Seperti Mamuju yang naik 54 persen dan Kupang naik 14 persen.
Penurunan supplai cabai merah akibat kemarau panjang di beberapa sentra produksi menjadi faktor utama kenaikan harga komoditas ini. Andilnya terhadap iniflasi Agustus adalah 0,1 persen.
Komoditas lain yang juga memberikan kontribusi terhadap inflasi adalah cabai rawit, yakni 0,07 persen. Kenaikannya terjadi di 73 kota IHK, termasuk Makassar dan Pare-pare. "Ikan segar dan kentang juga naik sehingga menyumbang inflasi masing-masing 0,01 persen," tutur Suhariyanto.
Faktor lain yang harus diperhatikan pemerintah adalah pergerakan harga emas dan perhiasan. Suhariyanto menuturkan, kondisi ekonomi global yang masih tidak pasti membuat para investor dan masyarakat beralih ke instrumen yang lebih aman, yakni emas. Dampaknya, harga emas mengalami kenaikan signifikan selama beberapa bulan terakhir.
BPS mencatat, kontribusi emas dan perhiasan terhadap inflasi Agustus adalah 0,05 persen. Dua komoditas ini masuk dalam kelompok sandang yang mengalami inflasi 0,88 persen dan memberikan andil 0,06 persen terhadap inflasi Agustus.
Secara bulanan atau month-to-month, kenaikan harga emas pada Agustus mengalami kenaikan 3,98 persen dibanding dengan Juli. "Kemungkinan masih merambat naik di bulan-bulan mendatang," ujar Suhariyanto.
BPS merilis, tingkat inflasi pada Agustus adalah 0,12 persen. Dengan angka tersebut, tingkat inflasi tahun kalender (Januari hingga Agustus 2019) adalah 2,48 persen.
Sedangkan, tingkat inflasi tahun kalender atau year on year (yoy) mencapai 3,49 persen. Meski 0,01 persen lebih rendah dibanding dengan target pemerintah (3,50 persen), Suhariyanto menilai, inflasi hingga Agustus dalam kondisi terjaga baik. "Masih berada dalam target dan kita berharap, September sampai akhir tahun terus terjaga," tuturnya.