Kamis 29 Aug 2019 11:06 WIB

Transisi Era Globalisasi ke Digitalisasi Sedang Berlangsung

Terdapat empat ciri yang menandakan transisi ini, termasuk arus modal yang kian rapuh

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Gubernur Bank Indonesia sekaligus Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Perry Warjiyo dalam konferensi pers Sidang Pleno ISEI XX dan Seminar Nasional di Kuta, Bali, Rabu (28/8).
Foto: Humas BI
Gubernur Bank Indonesia sekaligus Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Perry Warjiyo dalam konferensi pers Sidang Pleno ISEI XX dan Seminar Nasional di Kuta, Bali, Rabu (28/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menilai, saat ini, dunia sedang memasuki masa meredanya globalisasi seiring dengan kemunculan era digitalisasi. Kondisi ini tidak hanya terjadi di dunia maju seperti Amerika Serikat (AS) maupun Cina, juga negara berkembang, termasuk Indonesia. 

Setidaknya ada empat ciri yang menandakan transisi era ini. Di antaranya, semakin kuatnya sejumlah negara yang lebih mengandalkan internal dalam perdagangan internasional seiring dengan perang dagang antara AS dengan Cina maupun AS dengan Eropa. 

Baca Juga

"Ini satu karakteristik dengan dengan meningkatnya ketegangan sebagai tandanya berkurang globalisasi," tutur Perry dalam konferensi pers Konferensi Internasional ke-13 Bulletin of Monetary Economics and Banking (BMEB) di Bali, Kamis (29/8). 

Kondisi tersebut berbeda dengan beberapa tahun lalu. Perry menggambarkan, saat era globalisasi, dunia selalu mendukung perdagangan internasional karena dianggap dapat memakmurkan ekonomi berbagai negara. Dukungan terlihat dari dorongan pemerintah dan dunia usaha terhadap perdagangan internasional terbuka. 

Perry menuturkan, karakteristik pertama ini patut diwaspadai. Sebab, ketegangan perdagangan hanya akan memberikan dampak negatif. Baik kepada kedua negara yang sedang menjalankan perang maupun negara lain. 

Kewaspadaan ini juga sudah disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pertemuan International Monetary Fund (IMF) di Bali pada tahun lalu. Ia mengasumsikan kondisi saat itu seperti di film Game of Throne. 

"Bahaya, tidak baik bagi global," ujar Perry. 

Ciri kedua transisi dari era globalisasi ke digitalisasi adalah arus modal antar negara yang kini semakin volatile atau rapuh. Perry mengatakan, dampaknya, nilai tukar juga semakin rapuh seiring dengan risiko yang semakin banyak. Termasuk dari sisi makro ekonomi maupun regulasi dan kondisi politik suatu negara. 

Karakteristik ketiga yang disampaikan Perry adalah kebijakan bank sentral yang kini tidak hanya mengandalkan suku bunga. Ciri ini khususnya terjadi di negara maju untuk mencapai stabilitas harga dan mendorong pertumbuhan yang lebih efektif. 

Tanpa menyebutkan negaranya secara mendetail, Perry menuturkan bahwa sejumlah negara maju kini sudah mulai melakukan kebijakan kuantitatif. Misalnya, menjaga stabilitas nilai tukar, uang beredar dan makroprudensial.

"Ini sebagai komplementer dari kebijakan suku bunga," ucapnya.

Ciri keempat, semakin maraknya digitalisasi di berbagai bidang. Perry mengatakan, di bidang ekonomi, semakin banyak muncul perusahaan rintisan yang bergerak di sektor niaga elektronik atau e-commerce.

Sementara itu, di bidang keuangan, kini banyak bermunculan perusahaan teknologi finansial (tekfin). Mereka menggantikan posisi tabungan dan deposito untuk mobilisasi dana. Mereka juga sebagai substitusi dari aset manajemen yang bertindak sebagai pengelola aset keuangan sebuah institusi. 

Perry mengatakan, tekfin kini mulai muncul untuk mobilisasi dana melalui crowdfunding ataupun pembiayaan ekonomi melalui peer to peer (p2p) lending. Di sistem pembayaran juga mulai bermunculan uang elektronik (e-money). "Kemunculan mereka yang semakin marak ini patut direspon. Tidak hanya perbankan dan pengambil kebijakan, juga oleh bank sentral," katanya. 

Karakteristik transisi dari era globalisasi ke digitalisasi ini juga disampaikan Perry dalam keynote speech-nya pada acara konferensi internasional ke-13 Bulletin of Monetary Economics and Banking (BMEB). Acara tahunan ini mengangkat tiga prioritas pembahasan, yaitu ekonomi digital, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas ekonomi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement