Senin 26 Aug 2019 09:02 WIB

Trump Sesali tidak Tetapkan Tarif Lebih Tinggi untuk Cina

Trump telah mengumumkan bea tambahan atas produk Cina senilai 550 miliar dolar AS.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Friska Yolanda
Presiden AS Donald Trump dalam Pertemuan KTT G7 di Biarritz, Prancis.
Foto: Christian Hartmann, Pool via AP
Presiden AS Donald Trump dalam Pertemuan KTT G7 di Biarritz, Prancis.

REPUBLIKA.CO.ID, BIARRITZ -- Juru bicara Gedung Putih menyatakan Presiden AS Donald Trump memiliki pemikiran lain terkait perang dagang dengan Cina. Ia berharap dia menaikkan tarif barang-barang Cina lebih tinggi pekan lalu.

"Presiden Trump menanggapi dengan tegas, karena dia menyesal tidak menaikkan tarif lebih tinggi," juru bicara Gedung Putih Stephanie Grisham mengatakan dalam sebuah pernyataan sesudah Trump menjawab pertanyaan wartawan di KTT G7 di Biarritz, Prancis.

Baca Juga

Pada Jumat (23/8), Trump mengumumkan bea tambahan atas barang-barang Cina yang ditargetkan senilai 550 miliar dolar AS. Pengumuman ini dilakukan setelah Cina meluncurkan tarif pembalasan atas barang-barang AS senilai 75 miliar dolar AS.

Langkah ini adalah putaran terakhir dalam perang dagang antara dua ekonomi terbesar di dunia yang telah merusak pertumbuhan global, membuat sekutu marah. Perang dagang antara keduanya meningkatkan kekhawatiran pasar bahwa ekonomi dunia akan berujung pada resesi.

Itu terjadi hanya beberapa jam setelah Trump mengatakan dia memerintahkan perusahaan AS untuk mencari alternatif ke Cina, termasuk menutup operasi di sana dan memindahkan produksi ke Amerika Serikat (AS). Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan Trump dapat memerintahkan perusahaan keluar dari Cina berdasarkan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional jika ia menyatakan keadaan darurat nasional.

Trump mengindikasikan pada hari Ahad (25/8) bahwa ia tidak merencanakan langkah seperti itu pada saat ini. “Saya bisa mendeklarasikan darurat nasional. Saya pikir ketika mereka mencuri dan mengambil, dan pencurian kekayaan intelektual, di mana saja dari 300 miliar hingga 500 miliar dolar AS per tahun, dan di mana kita memiliki kerugian total hampir satu triliun dolar setahun, dalam banyak hal, itu darurat," jelasnya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement