Sabtu 24 Aug 2019 05:30 WIB

Gaikindo Dukung Pembatasan BBM RON Rendah di Jakarta

Seluruh kendaraan produksi terbaru membutuhkan BBM dengan oktan tinggi

Pengendara motor mengisi BBM kendaraannya di salah satu SPBU Pertamina, Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Pengendara motor mengisi BBM kendaraannya di salah satu SPBU Pertamina, Jakarta, Rabu (10/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) merespons positif desakan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk segera membatasi bahan bakar minyak (BBM) RON rendah di Jakarta. Menurut Gaikindo seluruh kendaraan terbaru membutuhkan BBM dengan oktan tinggi.

“Jadi buat kami, kalau Pemerintah ingin mendapatkan bahan bakar yang lebih bersih, ini sangat gembira,” kata Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi di Jakarta, Jumat (23/8).

Baca Juga

Menurut Yohannes, dalam memproduksi mobil, industri otomotif patuh pada aturan yang ada, seperti tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) LHK No. 20/Setjen/Kum.1/3/2017 tanggal 10 Maret 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O.

“Pada saat keluar pabrik, dilakukan inspection dan kami akan complience dengan peraturan pemerintah. Itu sudah pasti, karena kalau tidak, terlalu besar risikonya buat kami. Dengan demikian, BBM yang dipergunakan juga harus sesuai dengan spesifikasi mobil. Kalau tidak, nanti susah mobil kita,” ujarnya melalui keterangan tertulis.

Menyinggung BBM yang memenuhi kriteria, Yohannes menegaskan BBM dengan oktan rendah, 88 atau 89, jelas tidak termasuk. Standar minimal harus memiliki oktan 91-92, sedangkan untuk BBM RON 98 itu lebih baik.

Dukungan terhadap penggunaan BBM berkualitas dengan oktan minimal 92, juga disuarakan Fajri Fadhillah, Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran Indonesian Center for Environmental Law (ICEL).

Menurut dia, transisi penggunaan BBM dari RON rendah ke RON minimal 92 memang sudah sangat mendesak, selain untuk menjaga kualitas udara, juga untuk melindungi warga dari bahaya berbagai penyakit, seperti kanker. Dengan demikian, memang tidak ada alasan bagi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menunda kebijakan transisi BBM tersebut.

“Pada 2016 saja, sebanyak 58 persen penduduk Jakarta itu ada kejadian sekitar 6 juta insiden penyakit yang ada hubungan dengan udara. Beban biaya maksimal yang diakibatkan mencapai Rp21 triliun,” kata Fajri.

Dengan demikian, desakan transisi menuju BBM oktan tinggi yang ramah lingkungan sangat relevan dengan perlindungan warga, baik itu hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat mapun hak atas kesehatan bagi warga negara.  “Itu salah satu tindakan perlindungan dan memang pemerintah punya kewajiban untuk memenuhi hak warganya,” jelas Fajri.

Desakan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menghentikan penjualan BBM oktan rendah, sebelumnya dilontakan Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB).

Menurut Direktur Eksekutif KPBB Ahmad Safrudin alias Puput, pencemaran udara Jakarta akhir-akhir ini sedemikian parah dengan status tidak sehat. Jakarta juga sering menempati posisi teratas sebagai kota yang paling tercemar di dunia.

Puput menambahkan, bahwa penyumbang terbesar polusi udara Jakarta adalah kendaraan bermotor yang mana, polusi yang dikeluarkan kendaraan melalui knalpot mengandung banyak komponen pencemar udara.

Selain menyebabkan tingginya emisi gas buang kendaraan bermotor, tambahnya, BBM kualitas rendah juga berpotensi merusak mesin kendaraan, oleh karena itu sudah saatnya presiden memerintahkan menteri ESDM untuk merevisi regulasi terkait spesifikasi BBM demi peningkatan kualitas udara.

Dia mengatakan saat ini masyarakat membutuhkan BBM yang memenuhi spesifikasi bagi teknologi kendaraan berstandar Euro-4. Untuk itu, seharusnya Pemerintah sudah menghapuskan BBM RON rendah dan menggantinya dengan spesifikasi yang sesuai.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement