REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program swasembada bawang putih yang selama ini dicanangkan Kementerian Pertanian (Kementan) harus terus bergulir. Realisasi program tersebut bahkan ditempuh melalui tiga jalur.
"Kami menempuh melalui skema APBN, Swadaya Petani dan Wajib Tanam bagi importir sebanyak 5 persen dari pengajuan rekomendasi impor yang dilakukan," ujar Plt Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Ditjen Hortikuktura, Sukarman yang juga menjabat sebagai Direktur Perbenihan Hortikultura, Selasa (20/8).
Adapun terkait pengawalan wajib tanam dan produksi yang diberlakukan, pemerintah sudah menerapkan sistem monitoring berjenjang mulai dari penyuluh lapang, mantri tani, dinas pertanian kabupaten sampai tim verifikasi oleh jajaran pusat.
"Kami tidak main-main dalam mengawal realisasi penanaman bawang putih oleh importir. Makanya kami bentuk tim verifikator untuk mengecek dan mendampingi di lapangan. Tim ini juga sudah kami beri pembekalan teknis dan character building supaya mereka bisa bekerja profesional, integritas dan jangan sampai ada yang offside," katanya.
Di samping itu, banyak pihak menyoroti peran verifikator lapang karena tugasnya langsung bersinggungan dengan realisasi penanaman lapang. Pada saat yang sama, mereka juga harus melakukan pengawalan secara teknis dan administratif.
"Dalam melaksanakan tugasnya, tak jarang verifikator harus naik turun gunung karena lokasi penanaman yang terpencar-pencar meskipun masih dalam satu kelompoktani yang sama. Apalagi kepemilikan lahan petani bawang putih rata-rata kecil," katanya.
Sukarman mengatakan, untuk mendukung semua program yang ada, pihaknya juga membentuk kelompok tani yang berdasarkan domisili, dan bukan berbasis lokasi lahan. Untuk bawang putih mislnya, hampir semua perkebunan berada di daerah upland atau dataran tinggi diatas 800 mdpl.
"Medannya juga banyak yang terjal. Verifikator lapang harus berhadapan dengan berbagai cuaca, bahkan sering sampai malam masih di lapangan," katanya.
Sementara terkait adanya isu potensi tumpang tindih lahan antata satu lokasi dengan lokasi lain yang disinyalir digunakan bersama oleh beberapa perusahaan atau berada di lahan APBN, kata Sukarman, pihaknya telah melakukan berbagai langkah mitigasi.
"Verifikator selalu dibekali dengan alat berupa GPS, opencamera dan aplikasi pengukuran luas lahan berbasis android. Titik koordinat dan peta hasil tracking lahan juga dilakukan dengan menggunakan overlay untuk mengetahui apakah ada tumpang tindih atau tidak," katanya.
Secara teknis, tugas verifikator adalah memastikan dinas pertanian, mantri tani dan perwakilan importir bersinergi dengan baik. Selain itu, verifikator juga melakukan konfirmasi kepada kelompok tani terkait pola kerjasama benih yang digunakan.
Saat pengecekan lapang, verifikator mengkonfirmasi data-data penanaman yang dilaporkan importir. Pada dasarnya data tersebut sudah diketahui oleh dinas pertanian dan mantri tani setempat. Jadi verifikator tinggal mengkonfirmasinya saja. Selanjutnya, verifikator juga wajib memastikan lokasi dan estimasi luas areal tanam yang dilaporkan agar benar-benar sesuai.
Sebelumnya Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Seyanto memastikan bahwa kementerian pertanian dalam melakukan rantai proses perizinan impor bawang putih hanya berwenang memberikan rekomendasi teknis. Kata dia, Kementan tidak mengatur berapa banyak kuota yang diterima oleh importir.
"Dalam proses impor yang dilakukan Kementan hanya sekedar memberi rekomendasi teknis seperti mengatur persyaratan keamanan Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT), melengkapi hasil analisis risiko organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dari Badan Karantina Pertanian serta menyertakan sertifikat Good Agricultural Practices (GAP) berstandar internasional," katanya.
Prihasto mengatakan, pemerintah juga wajib melakukan pengecekan registrasi bangsal panen dari negara asal dan data kapasitas produksi dari kebun atau lahan yang telah diregistrasi dari negara asal. Khusus untuk bawang putih, pemerintah sudah memberlakukan tambahan syarat wajib tanam dan berproduksi di dalam negeri.
"Sekali lagi, Kementerian Pertanian, sama sekali tidak mengatur besaran volume," tandas Prihasto.
Sedangkan petani bawang putih Tuwel Tegal, Ahmad Maufur saat dikonfirmasi merasa nyaman dengan pelayanan dan perhatian Tim Verifikator. Kata dia, mereka sudah bekerja maksimal untuk menjaga kualitas hortikultura.
"Artinya kami jadi lebih tertib dalam melaksanakan penanaman. Kami juga makin tau gimana cara memetakan dan mengukur lahan dengan teknologi yang ada. Kami senang mendampingi kalau ada verifikasi lapang karena kami jadi nambah pengetahuan," katanya.
Kasi Sayuran dan Tanaman Obat, Dinas Pertanian Kabupaten Magelang, Yoga Susilo, menambahkan bahwa selama ini pihaknya telah menerapkan pemetaan lahan bawang putih untuk memastikan tidak adanya tumpang tindih lahan dengan yang lain.
"Kami wajibkan importir untuk membuat peta lokasi lahan lengkap dengan luasannya menggunakan aplikasi berbasis satelit. Kami ingin pastikan tidak ada yang tumpang tindih dengan APBN maupun sesama importir," tukasnya.
Berdasarkan catatan BPS, luas tanam bawang putih nasional tahun 2018 mencapai 8.073 hektar. Angka ini naik dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai 3.274 hektar. Luasan tahun 2018 diperkirakan disumbang dari APBN seluas 3.885 hektar, dari kontribusi wajib tanam seluas 3.796 hektar dan sisanya dari swadaya petani.