Kamis 15 Aug 2019 08:04 WIB

BPJS: Permintaan Skema Syariah dari Masyarakat

Konsep pengelolaan BPJS sudah mirip dengan skema syariah.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolanda
 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- BPJS Ketenagakerjaan menyebut ada permintaan skema syariah yang berasal dari masyarakat. Sehingga mereka telah memulai kajian dan persiapan untuk kemungkinan peluncuran produknya.

Direktur Umum dan SDM BPJS Ketenagakerjaan, Naufal Mahfudz menyampaikan permintaan tersebut sudah ada sejak beberapa tahun yang lalu dan mulai diseriusi. BPJSTk berkomunikasi aktif dengan lembaga syariah kompeten seperti KNKS dan DSN MUI untuk membahas prospek ini.

Baca Juga

"Selain permintaan dari peserta, juga ada antusiasme dari karyawan kami untuk menjalankannya," kata Naufal pada Republika.co.id, beberapa waktu lalu.

BPJS Ketenagakerjaan melakukan pendekatan kajian baik dari sisi regulasi maupun produk. Kemungkinan skema syariah ini akan diturunkan dalam bentuk produk sehingga peserta dapat memilih sesuai preferensi.

Dari sisi produk, Naufal mengatakan sebenarnya konsep pengelolaan sudah mirip seperti skema syariah. Artinya ada kejelasan dalam iuran, juga nilai manfaatnya. Meski demikian, penempatan investasi masih belum terarah seluruhnya untuk syariah.

"Kita juga sedang mencari formatnya akan seperti apa, tapi kemungkinan memang dalam bentuk produk, karena kalau regulasi perlu jalan yang lebih panjang," kata dia.

Naufal berharap tahun ini akan ada putusan besar sehingga tahun depan sudah bisa diuji coba. Menurutnya, BPJSTk optimistis implementasi bisa dilakukan dalam tiga sampai empat bulan kedepan.

Hingga Juli 2019, jumlah peserta BPJS Ketenagakerjaan mencapai 50,1 juta orang dari potensinya yang sekitar 120 juta orang. Naufal mengakui isu kepesertaan masih menjadi tantangan. Banyak pekerja yang belum jadi peserta karena berbagai alasan, termasuk ketidakpatuhan meski telah diwajibkan.

Dengan jumlah peserta tersebut, jumlah dana kelolaan per Juli 2019 telah mencapai lebih dari Rp 400 triliun. Naufal menyampaikan tingkat pertumbuhan dana kelolaan sulit diprediksi. Ada saat-saat dana tumbuh pesat.

"Misal saat Februari 2016 dana kelolaan mencapai Rp 200 triliun, dalam tiga tahun sekarang naik lebih dari dua kali lipat, padahal Jamsostek sudah ada juga sejak 42 tahun lalu," katanya.

Faktor pertumbuhan ekonomi nasional, menurut dia, sangat berpengaruh pada pertumbuhan jumlah peserta yang kategorinya pekerja. Akhir tahun lalu, dana kelolaan BPJSTk mencapai Rp 360 trilun. Capaian tahun ini diperkirakan melebihi target sebesar Rp 411 triliun. 

Naufal menambahkan, jika produk syariah sudah meluncur, kemungkinan porsinya akan mencapai 10-20 persen sesuai dengan perkembangan ekonomi syariah nasional. Ia mengatakan potensi ini cukup untuk memperbesar aset keuangan syariah.

"Dengan catatan, instrumen atau lembaga syariah seperti bank juga harus performed agar imbal dari dana yang kita investasikan juga bersaing," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement