REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) inisiasi pengembangan Jaminan Sosial Nasional Berbasis Syariah. Langkah pertamanya dengan mengupayakan preferensi produk syariah di BPJS Ketenagakerjaan (BPJSTk).
Direktur Bidang Hukum, Promosi dan Hubungan Eksternal KNKS, Taufiq Hidayat menyampaikan kedepannya preferensi syariah itu tidak hanya di ketenagakerjaan tapi juga jaminan hari tua, jaminan kesehatan kerja, hingga jaminan pensiun. Menurutnya, ini juga merupakan upaya untuk membuat sisi permintaan.
"Sisi demand itu yang kita siapkan, artinya sambil kita menyadari bahwa lebih dari 80 persen penduduk kita beragama islam yang punya preferensi ke sana," kata dia di Kantor KNKS, Jakarta Selatan, Rabu (14/8).
Taufiq mengatakan KNKS telah menandatangani Nota Kesepahaman juga Perjanjian Kerja Sama dengan BPJSTk untuk pengembangan produk berbasis syariah. Nantinya, peserta BPJSTk dapat memilih preferensi pengelolaan secara umum maupun syariah.
Produk syariah akan menjamin pengelolaan dari awal hingga akhir, akad hingga investasinya dalam koridor syariah. Taufiq menyampaikan, saat ini BPJSTk sebenarnya telah menempatkan sekitar Rp 90 triliun dananya di produk investasi syariah, seperti Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan saham syariah.
"Ini menjadi masukan penting juga dalam proses pengembangan, hanya saja tetap kalau produk BPJSTk syariah harus end-to-end," kata dia.
KNKS juga telah meminta opini dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) terkait kemungkinan produk ini. Termasuk melakukan kajian preferensi seberapa besar potensi keikutsertaan pesertanya.
Taufiq menilai sejauh ini proses persiapan produk berjalan dengan baik. Meski ia juga tidak berani menentukan target peluncuran. Namun dalam waktu dekat, akan ada terobosan atau capaian signifikan terkait Jaminan Sosial Nasional Berbasis Syariah secara umum.
Di sisi teknis, lanjut Taufiq, BPJSTk juga sedang melakukan kajian terkait produk. Mereka sudah melakukan survei preferensi terhadap anggota yang memungkinkan menggunakan produk. Selain itu juga menelaah sejumlah kemungkinan apa perlu regulasi baru.
Secara umum, KNKS melihat bahwa potensi syariah di BPJSTk sangat besar. Bisa membuat aset keuangan syariah naik hingga porsi 20 persen. Namun demikian, para pihak terkait perlu visibility studies untuk menentukan langkah strategis terpilih.
"Saya tidak bicara konversi, tapi kemungkinan bisa dalam bentuk produk dulu, memberikan pilihan pada peserta," kata Taufiq.
Langkah strategis akan bertujuan meminimalisir komplain juga menjamin berjalannya proses secara prudent. Dari BPJSTk, KNKS menilai dua hal bisa didorong, yakni dari sisi permintaan (demand) pasar juga pasokan instrumen pengembang ekonomi syariahnya.
Kebutuhan BPJSTk pada instrumen syariah akan meningkat seiring dengan kebutuhan investasi dari dana peserta. Taufiq menilai ini dapat menjamin keterkaitan antara pasar uang, pasar modal, dan sektor riilnya.