Rabu 14 Aug 2019 03:52 WIB

'Indonesia Harus Pandang EBT sebagai Sesuatu yang Penting'

Indonesia memiliki potensi serta kandungan energi terbarukan yang sangat besar.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Friska Yolanda
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat hadir membuka The 7th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) di Jakarta Convention Centre, Selasa (13/8).
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat hadir membuka The 7th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) di Jakarta Convention Centre, Selasa (13/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Re-Industrialisasi IA ITB Achmad Rizal mengatakan ketahanan energi Indonesia merupakan salah satu isu sangat strategis. Menurut dia, Indonesia harus sesegera mungkin melakukan berbagai upaya pengembangan serta pemanfaatan energi baru terbarukan.

"Indonesia ternyata tak hanya kaya dengan sumber energi fosil, tetapi juga kaya dengan sumber energi yang sering disebut sebagai komplementer atau pelengkap dari energi fosil tersebut," ujar Rizal saat Indonesianisme Summit 2019 di Jakarta, Selasa (13/8).

Baca Juga

Rizal menyebutkan Indonesia memiliki potensi serta kandungan energi terbarukan yang sangat besar, yakni sumber energi biofuel, sumber energi panas bumi, sumber energi matahari, sumber energi air, sumber energi gelombang laut, dan sumber energi biomassa.

Indonesia, katanya, harus secepatnya mengubah paradigma terhadap energi baru terbarukan (EBT) tersebut dengan cara tidak lagi memandang bahwa energi baru dan terbarukan ini sebagai energi alternatif, melainkan memandang EBT sebagai energi yang utama dan penting.

"Nilai investasi yang berkaitan dengan pemanfaatan energi terbarukan, cenderung meningkat. Ini menjadi pertanda yang sangat jelas bahwa pemanfaatan energi terbarukan akan menjadi salah satu faktor yang akan memengaruhi tatanan ekonomi masa depan," ucap Rizal. 

Kementerian ESDM mencatat peningkatan investasi yang berkaitan dengan energi terbarukan, dari 1,34 miliar dolar AS pada 2017 menjadi 1,6 miliar dolar AS pada 2018. “Hadirnya kendaraan listrik dalam beberapa tahun belakangan, menjadi pertanda jelas bahwa telah terjadi perubahan dalam tatanan energi dunia," kata Rizal. 

Rizal menilai kendaraan memerlukan kebutuhan listrik yang sangat besar. Ironisnya, kebanyakan pembangkit listrik justru masih menggunakan batubara yang justru menyumbangkan kenaikan emisi karbon.

"Optimalisasi energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan listrik sektor transportasi di masa mendatang sudah sangat mendesak," lanjut Rizal. 

Menurut dia, Indonesia merupakan pasar incaran produsen mobil di dunia, khususnya untuk kendaraan listrik berjenis full battery electric vehicle (BEV). Di saat industri masih bergerak ke arah penguasaan teknologi dan industri kendaraan listrik BEV, sudah seharusnya Indonesia juga bergerak ke arah yang sama sehingga tidak ketinggalan kembali.

"Kita harus bersama-sama menumbuhkan ekosistem teknologi dan bisnis untuk kendaraan listrik BEV agar kita tidak menjadi penonton kembali," ungkap Rizal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement