Senin 12 Aug 2019 17:50 WIB

Kualitas Belanja Pendidikan dan Kesehatan Perlu Ditingkatkan

Selama ini, pendidikan cenderung memperbaiki angka partisipasi kasar.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN) Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN) Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyebutkan, kualitas belanja kementerian/lembaga ke sektor pendidikan dan kesehatan masih menjadi tantangan besar. Kajian Bappenas menunjukkan, tingkat elastisitas belanja kementerian/lembaga selama 2013 hingga 2017 terhadap sektor jasa pendidikan hanya 0,39, sementara terhadap jasa kesehatan 0,21. Artinya, setiap satu persen belanja di dua sektor tersebut hanya berkontribusi tidak sampai 0,50 persen terhadap pertumbuhan ekonomi masing-masing sektor. 

Elastisitas itu lebih rendah dibanding dengan sektor konstruksi yang mencapai 0,55. Padahal, kesehatan dan pendidikan merupakan mandatory spending atau belanja yang sudah diatur oleh undang-undang. 

Baca Juga

Bambang menyebutkan, kondisi tersebut menunjukkan bahwa kementerian/lembaga belum dapat memaksimalkan anggaran untuk mengangkat kinerja dari dua sektor tersebut. "Untuk pendidikan, misalnya, skor PISA (Programme International Student Assessment) kita masih di peringkat 63 dari 71 negara," ujarnya ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (12/8). 

PISA merupakan sistem ujian yang diinisiasi oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Tujuannya, mengevaluasi sistem pendidikan dari berbagai negara di seluruh dunia. 

Bambang menjelaskan, kondisi tersebut menggambarkan Indonesia belum mampu mengarahkan belanja pendidikan ke arah perbaikan kualitas. Selama ini, orientasinya cenderung pada kuantitas atau memperbaiki angka partisipasi kasar (APK). 

Bambang menyebutkan, saat ini, sudah saatnya belanja pendidikan diarahkan pada kualitas. Baik itu meningkatkan kualitas tenaga pengajar, kurikulum maupun proses belajar-mengajar. 

"Arahannya, agar belanja tidak terpaku pada sarana fisik, juga non fisik yang dapat langsung meningkatkan kualitas siswa," katanya. 

Upaya lain yang juga dilakukan adalah meningkatkan belanja pendidikan untuk vokasi. Tapi, peningkatannya tidak sekadar menambah gedung atau peralatan, juga menyentuh kurikulum. Khususnya agar materi yang diajarkan mampu mengurangi mismatch antara dunia pendidikan dengan pasar kerja. 

Di sisi lain, pemerintah daerah juga harus memiliki andil. Dalam hal ini, Bambang menuturkan, mereka harus mengalokasikan 20 persen dari APBD untuk kegiatan pendidikan. Orientasinya juga harus diarahkan pada peningkatan kualitas, bukan sekadar kuantitas APK. 

Sementara itu, Bambang mendorong belanja pemerintah pusat di sektor kesehatan dan kegiatan sosial ditingkatkan. Saat ini, rasio belanja kesehatan terhadap PDB masih 3,12 persen, berada di bawah negara tetangganya seperti Malaysia (3,8 persen) dan SIngapura (4,47 persen). 

"Ini juga termasuk PBI (Penerima Bantuan Iuran) untuk BPJS yang porsinya lumayan," tuturnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement