Sabtu 10 Aug 2019 07:54 WIB

Paradigma Harga Tiket Mahal Perlu Diubah

Masyarakat Indonesia telah terbiasa dengan harga tiket pesawat murah.

Rep: Antara/ Red: Friska Yolanda
Aktivitas di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (16/5/2019).
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Aktivitas di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (16/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis Kebijakan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Lim Chi Wei menuturkan saat ini paradigma masyarakat harus diubah bahwa harga tiket pesawat sudah kembali ke normal bukan mahal. Selama ini masyarakat dinilai terbiasa dengan harga tiket pesawat murah.

“Jadi, seperti saya katakan bahwa paradigmanya diubah bukan harga naik tapi harga kembali ke level normal,” kata Lim Chi Wei dalam 'Polemik Harga Tiket Pesawat dalam Perspektif Hukum, Bisnis dan Investas' di Jakarta, Jumat (10/8).

Baca Juga

Lim menilai maskapai berbiaya murah (LCC) seperti Lion Air dan Citilink Indonesia sudah menunjukkan komitmennya untuk menyediakan harga yang terjangkau bagi masyarakat. Namun, harga yang ditawarkan sebelumnya dinilai terlalu rendah.

Menurut Lim, masyarakat Indonesia telah terbiasa dengan harga tiket pesawat murah. Sehingga, muncul polemik ketika harga tersebut kembali ke normal, namun dianggap mahal.

“Karena masyarakat sudah dininabobokan. masyarakat sudah terbiasa dengan sesuatu yang tidak wajar,” katanya.

Selain itu, dia menambahkan, pihak yang protes terhadap harga tiket pesawat tidak mewakili masyarakat Indonesia secara keseluruhan. “Yang ribut itu bisa jadi tidak mewakili dari keseluruhan. Populasi Indonesia 250 juta jiwa tapi yang terdampak mungkin hanya sebagian kecil,” katanya.

Dalam kesempatan sama, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai adanya konsumen tidak terbiasa dengan tiket pesawat mahal. Namun, ia meminta pemerintah untuk bertindak adil dalam mengeluarkan kebijakan penurunan tiket pesawat, seperti relaksasi dari segi fiskal, yakni pengurangan PPn.

“Pemerintah jangan mau menang sendiri, minta dikurangi ini itu tapi enggak mau hapus PPn. Kalau itu dihapus signifikan, kan 20 persen,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement