Sabtu 10 Aug 2019 01:17 WIB

YLKI Minta Pemerintah Awasi Dugaan Kartel Tiket Pesawat

Kenaikan harga tiket pesawat kemungkinan akibat dari persaingan tidak sehat.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah bersama Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengawasi kemungkinan kenaikan harga tiket pesawat karena persaingan tidak sehat atau dugaan praktik kartel. Menurut YLKI, pengawasan terhadap harga tiket pesawat adalah bagian yang diatur oleh UU Penerbangan.

“Yang paling fair sebenarnya pemerintah bersama KPPU harus mengendus apakah tarif mahal ini karena ada praktik persaingan tidak sehat atau tidak, misalnya kartel,” kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam seminar nasional Polemik Harga Tiket Pesawat dalam Perspektif Hukum, Bisnis dan Investasi” di Jakarta, Jumat (9/8).

Tulus menilai, pengawasan merupakan kewajiban yang sudah tertera dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. “Ini kan fakta, di UU kita sudah jelas menyebutkan bahwa tarif batas atas itu memang harus memperhatikan kepentingan konsumen dari dugaan praktik persaingan tidak sehat,” katanya.

Apabila ditemukan adanya pelanggaran, lanjut dia, langsung diumumkan dan diberi sanksi. “Kecuali pemerintah mau ubah regulasinya misalnya UU di penerbangan atau minimal merevisi ketentuan tarif batas atas. Berani tidak pemerintah menurunkan tarif batas atas lagi dan atau sekalian menghapuskan tarif batas bawahnya,” katanya.

Menurut dia, ketentuan tarif batas bawah dibuat untuk melindungi dari persaingan tidak sehat dari fenomena perang tarif bawah atau maskapai yang kurangi perawatan pesawat untuk menekan tarif. Solusi lain yang ditawarkan Tulus, yakni menghapus PPN yang diyakini signifikan mengurangi biaya operasional.

“Saya kira yang paling fair juga pemerintah harus menhapus PPN, pesawat atau avtur karena di seluruh dunia tidak dikenakan PPN hanya di Indonesia. Jadi pemerintah tidak fair menekan hargga tiket turun tapi maunya mendapatkan pendapatan yang signifikan dari PPN,” katanya.

Terkait skema diskon bagi maskapai penerbangan berbiaya murah (LCC), Tulus menilai hal itu sudah keluar dari jalur regulasi. Terlebih, yang memegang kendali Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

“Diskon itu bentuk intervensi yang antiregulasi, karena ketentuannya kan sudah jelas formulasinya tarif batas atas dan tarif batas bawah, silakan bermain di ruang itu saja. Jadi, pemerintah jangan bermain di ruang yang tidak ada regulasinya apalagi yang mengatur Kemenko, itu kan tupoksinya Kemenhub dan terlalu intervensi,” katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement