Rabu 07 Aug 2019 11:29 WIB

Kementan-BPS Terapkan Satu Data Peternakan Berkualitas

Pendataan peternakan dan kesehatan hewan sering terkendala dalam implementasi juknis.

Red: EH Ismail
Dirjen PKH I Ketut Diarmita duduk bersama perwakilan BPS membicarakan satu data
Foto: Humas Kementan
Dirjen PKH I Ketut Diarmita duduk bersama perwakilan BPS membicarakan satu data

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menyelaraskan implementasi satu data komoditas peternakan yang berkualitas. 

Kementan selalu berkoordinasi secara intensif dengan BPS dalam penghitungan data komoditas peternakan yang berkualitas sehingga dapat menjadi acuan dalam pengembangan kebijakan. Hal ini disampaikan Dirjen PKH, I Ketut Diarmita dalam acara Pertemuan Verifikasi dan Validasi Data Peternakan dan Kesehatan Hewan Tingkat Nasional II Tahun 2019 di Bogor pada Senin (5/8/2019).

“Untuk itu kebijakan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan harus didasarkan pada data dan informasi yang akurat, sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, Ditjen PKH kerjasama dengan BPS untuk Satu Data, agar metode yang digunakan oleh Ditjen PKH sama dengan BPS” tegas Ketut pada pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan dari BPS RI, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) Kementerian Pertanian, dan dari Dinas/Kelembagaan yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan dari 34 Provinsi, serta kabupaten/kota terpilih.

Ditjen PKH terus melakukan pemutakhiran pencatatan data sektor peternakan, seperti tentang kelahiran dan kebuntingan ternak sapi serta kerbau, dan kejadian penyakit hewan dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional Terintegrasi (ISIKHNAS). Sedangkan untuk perunggasan, saat ini Ditjen PKH sedang memperbaiki data perunggasan dengan terus melakukan koordinasi bersama stakeholder terkait.

“Kami berkeinginan untuk memperbaiki data sistem perunggasan, data ruminansia dan problem ruminansia di Indonesia, hal ini telah menjadi komitmen Ditjen PKH untuk menghasilkan data berkualitas yang artinya data tersebut mudah diakses, akurasi tepat dan cepat, sehingga dalam memecahkan masalah peternakan dapat dilakukan secara efektif dan efisien” tambah Ketut.

Untuk mewujudkan kualitas data yang baik dan terintegrasi diperlukan koordinasi yang intensif dengan penyedia data mulai dari tingkat lapangan, tingkat kabupaten/kota, provinsi hingga pusat. Setiap unit penanggung jawab data dan informasi harus mempunyai database yang terupdate bahkan secara real time, sehingga pelaksanaan pembangunan yang berhubungan dengan teknis institusinya secara cepat dan valid bisa terukur langsung dan diketahui progres dan target pencapaiannya.

“Pengumpulan dan pencatatan data per komoditas di setiap daerah sangat penting untuk pembuatan clustering, sehingga pembangunan Peternakan dan Kesehatan Hewan lebih terfokus per komoditas dan tepat sasaran," lanjut Ketut.

Ketut mengapresiasi BPS atas pelaksanaan Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS 2018) melalui proses Verifikasi dan Validasi Data Peternakan secara berjenjang (kab/kota; provinsi hingga nasional) diketahui bahwa dari hasil perhitungan populasi dengan menggunakan SUTAS 2018 terkoreksi, diperoleh perkiraan populasi ruminansia besar pada tahun 2018 sebanyak 17.909.045 ekor dengan rincian sapi potong 16.432.945 ekor, sapi perah 581.822 ekor, dan kerbau 894.278 ekor. Pada tahun 2019 ini, populasi tersebut berkembang sehingga mencapai total 18.120.831 ekor ruminansia besar. 

"Angka perkiraan tersebut dapat dijadikan sebagai Angka (Populasi Awal) P0 2018, untuk penghitungan estimasi data populasi hingga nanti dilaksanakannya Sensus Pertanian pada Tahun 2023 (ST 2023)" terang Ketut.

Ketut juga menambahkan adanya kegiatan SUTAS 2018 dapat menjadi momentum penting sebagai awal membangun kerjasama dan koordinasi yang lebih baik ke depan untuk melakukan pembenahan dan perbaikan terhadap metodologi pendataan komoditas peternakan antara Ditjen PKH dan BPS RI dalam mewujudkan “Satu Data Peternakan Berkualitas” dengan data kondisi terkini yang mencerminkan dinamika populasi ternak, wilayah potensi, dan sarana dan prasarana yang dibutuhkan

Aksi menuju Satu Data Indonesia (SDI)

Sekretaris Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Nasrullah mengatakan pendataan peternakan dan kesehatan hewan sering terkendala dalam implementasi Petunjuk Teknis (Juknis). Terutama di daerah yang masih belum optimal, hal ini disebabkan sering terjadi pergantian petugas data tanpa ada transfer ilmu, sehingga petugas baru kurang memahami. Permasalahan lainnya adalah terkait pelaporan data dari daerah belum dilakukan secara online sehingga perlu dibangun pelaporan data secara online. Hal ini menyebabkan perbedaan pemahaman konsep dan definisi, titik atau waktu pendataan, dan jenis data.

Oleh karenanya, Nasrullah menegaskan bahwa Juknis Pengumpulan dan Penyajian Data Peternakan dan Kesehatan Hewan berperan penting untuk memberikan prosedur operasional baku dalam hal pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data peternakan baik di pusat maupun dinas peternakan/dinas yang melaksanakan fungsi pembangunan peternakan di provinsi dan kabupaten/kota.

“Untuk mendapatkan data peternakan dan kesehatan hewan yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan,“ ungkap Nasrullah.

Lebih lanjut Nasrullah menuturkan bahwa Pertemuan Verifikasi dan Validasi Data Peternakan Tingkat Nasional II ini memberikan kesempatan bagi Dinas provinsi dan kab/kota untuk melakukan koreksi terhadap data hasil SUTAS2018, dengan memberikan data dukung berupa hasil pendataan data by name by address dan selanjutnya diserahkan ke BPS melalui Ditjen PKH untuk diverifikasi kembali.

“Apabila data dukung (data by name by address) dimaksud belum dapat disampaikan, maka data populasi sapi dan kerbau adalah menggunakan data populasi yang terkoreksi dengan parameter perubahan jumlah Rumah Tangga hasil SUTAS 2018 oleh BPS RI” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Statistik Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan BPS, Hasnizar Nasution, menyampaikan bahwa permasalahan yang cukup riskan adalah apabila data yang diberikan ke BPS berbeda antara instansi provinsi, kabupaten/kota maupun level kecamatan. Bahkan dengan data departemen/kementerian yang terkait dengan lingkup SKPD tersebut. 

“Jangan sampai muncul beberapa data yang berbeda antar instansi pemerintah sehingga timbul kebingungan dan kegaduhan di masyarakat” ungkap Hasnizar.

Untuk itu, Hasnizar menyampaikan Presiden telah menandatangani Perpres No 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia pada bulan Juni 2019 guna mewujudkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, terintegrasi, dan mudah diakses oleh pengguna.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement