Rabu 07 Aug 2019 09:36 WIB

Kementan Latih dan Terjunkan Tim Pemantau Hewan Kurban

Pemerintah bertanggung jawab terhadap kelayakan produk hewan yang diedarkan.

Red: EH Ismail
Dirjen Peternakan dan Keswan I Ketut Diarmita menyalami tim pemantau penyembelihan hewan kurban Kementan
Foto: Humas kementan
Dirjen Peternakan dan Keswan I Ketut Diarmita menyalami tim pemantau penyembelihan hewan kurban Kementan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan menurunkan 105 orang petugas ke wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Tugas mereka adalah menjaminan kesehatan, keamanan, dan kelayakan daging yang dihasilkan dari pemotongan hewan kurban pada Hari Raya Idul Adha 2019/1440 H.

Pelepasan tim ini dilakukan oleh Direktur Jenderal PKH I Ketut Diarmita di Jakarta pada Selasa (6/8). Mereka akan menjadi bagian dari ribuan petugas yang diterjunkan untuk pemeriksaan hewan kurban yang berasal dari berbagai instansi. 

photo
Dirjen Peternakan dan Keswan I Ketut Diarmita (tengah) bersama jajarannya melepas tim pemantau penyembelihan hewan kurban.

Seperti mahasiswa kedokteran hewan, petugas dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan, organisasi profesi dan profesional di bidang kesehatan hewan dan masyarakat veteriner di seluruh Indonesia.

Pelepasan tim ini dilakukan setelah acara bimbingan teknis bagi para petugas. Perwakilan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), Asosiasi Kesehatan Masyarakat Veteriner Indonesia (Askesmaveti), Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), dan petugas pemantau hewan kurban Ditjen PKH, hadir dalam acara tadi. 

Dalam sambutannya Ketut menyampaikan pentingnya pengawasan lalu lintas ternak dalam menghadapi Hari Raya Kurban. Mengingat baru-baru ini merebak kembali kasus Anthraks di Kabupaten Gunung Kidul, DIY. 

Petugas bekerjasama dengan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) diminta memastikan bahwa hewan kurban yang akan dipotong adalah sehat. Sehingga masyarakat tidak khawatir akan munculnya penyakit hewan khususnya zoonosis setelah mengkonsumsi daging kurban. 

Ketut menegaskan, penjaminan kesehatan hewan sangat penting untuk mencegah penyebaran penyakit dari satu daerah ke lainnya. Oleh karena itu penting untuk hewan yang ditransportasikan agar disertai dengan sertifikat veteriner/Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) sebagai bukti hewan tersebut sudah diperiksa oleh tim dokter yang berwenang di daerah asal dan sehat untuk ditransportasikan.

photo
Pedagang memberi makan rumput kepada kambing yang dijual di Jalan Sabeni, Tanag Abang, Jakarta, Jumat (2/8).

"Jika menemukan adanya gejala penyakit yang mencurigakan, petugas harus memberikan respons cepat. Berkoordinasi dengan dinas setempat dan balai veteriner," pinta Ketut. Selain itu, Ketut juga meminta petugas untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat bahwa tempat pemotongan hewan kurban harus layak dan higienis. 

Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Syamsul Ma’arif mengimbau petugas untuk bekerjasama dengan aparat daerah setempat. Semuanya berkewajiban untuk mengedukasi masyarakat agar tidak memotong hewan kurban di sembarang tempat. 

Untuk itu perlu penataan lokasi pemotongan hewan kurban, sehingga dapat dipantau dengan baik. Syamsul juga menambahkan bahwa Pemerintah bertanggung jawab terhadap kelayakan produk hewan yang diedarkan dan dikonsumsi. 

Sementara itu Hadri Latif, pakar kesehatan masyarakat veteriner (kesmavet) dari FKH IPB menyampaikan pentingnya penerapan aspek kesmavet dalam penanganan hewan dan daging kurban. Prinsip-prinsip kesejahteraan hewan, pemeriksaan sebelum pemotongan (ante mortem) dan setelah pemotongan (post mortem), serta higiene sanitasi harus dipahami oleh petugas, karena hal ini menentukan kelayakan produk hewan yang akan dikonsumsi. 

Menurut Hadri, dalam pemeriksaan setelah hewan disembelih (post mortem) pada jeroan kadang ditemukan adanya cacing baik itu cacing hati maupun cacing lambung. Jika pada organ hati, terutama di saluran empedu hati, ditemukan cacing, maka bagian hati yang mengandung cacing tersebut harus disayat dan dimusnahkan. Jika sebagian besar hati yang mengandung cacing menjadi “mengeras” maka keseluruhan hati tersebut harus dipisahkan untuk dimusnahkan, karena tidak layak untuk konsumsi manusia. 

"Cacing pada hati dalam bentuk dewasa tidak membahayakan kesehatan konsumen, artinya cacing hati tersebut tidak dapat menular atau menginfeksi konsumen jika dikonsumsi," jelas Hadri. 

Jenis cacing lain yang sering ditemukan di saluran pencernaan rumen dan retikulum (lambung babat) adalah Paramphistom. Cacing ini bentuknya seperti cerutu yang menempel di permukaan lambung. Seperti cacing hati, cacing ini harus dibuang dengan mengerok permukaan lambung tempat cacing tersebut menempel.

Hadri menegaskan jika terdapat kelainan pada daging/jeroan bila kelainan sebagian kecil maka bagian yg mengalami kelainan disayat dan dibuang (trimming) sedangkan bagian yang normal boleh dikonsumsi, namun bila kelainannya ditemukan pada seluruh bagian maka organ tersebut harus dimusnahkan.

s

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement