Selasa 06 Aug 2019 16:14 WIB

PLN Disarankan Mulai Pembangunan Pembangkit Listrik Tersebar

Pembangkit listrik tersebar bertujuan agar jika terjadi gangguan tidak semua kena.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Friska Yolanda
Sebuah toko mengunakan genset ketika mengalami pemadaman listrik, Jakarta, Senin (5/8).
Foto: Republika/Prayogi
Sebuah toko mengunakan genset ketika mengalami pemadaman listrik, Jakarta, Senin (5/8).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah sempat mengalami mati litrik serentak pada Ahad (4/8). Bahkan, hingga Senin (5//8) masih ada wilayah-wilayah yang belum teraliri listrik secara normal.

Terhentinya pasokan listrik hampir separuh Pulau Jawa ini membuat layanan publik terganggu. Mulai dari masyarakat sampai presiden, mengeluhkan pemadaman yang terjadi hampir seharian tersebut.

Baca Juga

Konsumen merasa dirugikan lantaran tidak cuma layanan transportasi, yang terganggu hingga kegiatan jual-beli melalui internet. Karenanya, kejadian seperti ini diharapkan tidak terulang kembali.

Pakar Energi Terbarukan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Ahmad Agus Setiawan menilai, sudah saatnya PLN membangun pembangkit listrik tersebar atau distributed power generation. "Pembangkit listrik tersebar menjadi opsi saat ini, kalau di sistem pemerintahan itu semacam otonomi daerah, namun masih dikelola PLN," kata Agus di Kampus UGM, Selasa (6/8).

Selama ini, sistem pembangkit listrik yang ada masih interkoneksi dari Jawa hingga Bali. Bila sistemnya tidak dikondisikan posisi aman, salah satu saja alami gangguan akan terkena seluruhnya.

"Jadi ini sistem besar, yang kita tawarkan itu distribusi model kecil-kecil dan bisa on tapi cakupannya area kecil," ujar Agus.

Ia merasa, kejadian listrik padam hampir separuh Pulau Jawa pada Ahad kemarin bisa saja akibat gangguan kecil. Namun, itu bisa memutus aliran listrik yang interkoneksi dari Jawa hingga Bali.

Terkait pemadaman, ia menuturkan, setiap pembangkit memang memiliki genset sesuai standar dan prosedurnya. Namun, jumlah kapasitasnya masih sangat kecil untuk mencakup distribusi yang tersebar luas.

Selain memperkuat sistem kelistrikan, ia menyarankan pemerintah memperkuat sistem distribusi pembangkit tersebar dengan manfaatkan Energi Baru Terbarukan (EBT). Salah satunya dukungan kebijakan.

Ia mengingatkan, harus ada kebijakan yang memberikan keleluasaan agar konsumen bisa menjadi produsen listrik. Contohnya, dengan memanfaatkan tenaga surya atap.

"Sehingga, bila terjadi gangguan konsumen bis disconnect dengan sistem besar PLN, sementara sistem kecilnya secara otomatis bisa menghasilkan listrik untuk kebutuhan sendiri," kata Agus.

Agus menegaskan, pemanfaatan energi terbarukan yang tersebar ini perlu mendapat dukungan pemerintah dan PLN itu sendiri. Peluang harus pula dibuka seluasnya bagi masyarakat untuk berpartisipasi.

Saat ini, PLN masih mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) sebagai pembangkit listrik yang dianggap praktis. Namun, ia mengingatkan target bauran energi terbarukan 23 persen pada 2025.

Ia menyarankan, PLN dapat membangun pembangkit menyesuaikan dengan potensi sumber energi yang ada di lokasi masing-masing. Baik energi matahari, angin, air, biomasa dan sebagainya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement