REPUBLIKA.CO.ID, KEDIRI — Cabai menjadi salah satu komoditas hortikultura yang sering kali mengalami fluktuasi harga. Pada satu titik tertentu mengalami kenaikan namun tak jarang mengalami penurunan harga yang acapkali membuat resah petani dan masyarakat.
Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto, saat berkunjung di Desa Tambak Rejo, Kecamatan Gurah menjelaskan pemerintah memberikan segala kebijakan yang berpihak kepada petani maupun masyarakat. Pemerintah mengalokasikan dana APBN dan APBD kepada para petani untuk menjaga stabilisasi pasokan.
Prihasto mengatakan salah satu kondisi penyebab tidak stabilnya harga cabai, dikarenakan pola tanam yang tidak tepat. Umumnya petani menanam saat waktu harga jual cabai tinggi, akhirnya saat panen bersamaan harganya jatuh. Lebih parah lagi, saat harga jatuh petani cenderung malas merawat tanaman dan akhirnya tanaman tidak berproduksi dengan baik.
Akhirnya produktivitas menurun dan harga mengalami kenaikan saat pasar membutuhkan pasokan, utamanya saat memasuki musim kemarau yang terjadi baru-baru ini.
"Banyuwangi, Tuban, Temanggung, Kediri, Blitar, Magelang, Karanganyar merupakan daerah sentra cabai. Meski sempat mengalami kendala selama masa tanam akibat kurang air, kini sudah kembali aktif bertanam dan diperkirakan pertengahan Agustus harga cabai akan kembali normal," papar pria yang akrab dipanggil Anton ini.
Ke depan, imbuh Anton, akan dipantau pola tanam berbasis kebutuhan. Tiap daerah dipetakan berapa jumlah konsumsi yang diperlukan melalui aplikasi online. Pola ini diyakini mampu menjaga kuantitas produksi sesuai dengan besaran kebutuhan.
Peta produksi berbasis kebutuhan riil ini akan disosialisasikan ke daerah-daerah untuk memberitahukan berapa besaran pertanaman yang dibutuhkan. Dengan pemetaan tersebut, gejolak harga akibat minimnya produksi bisa dihindari.
“Peta produksi cabai ini juga bisa digunakan untuk mengenal kondisi pasar. Misalnya, kabupaten A kekurangan hasil produksi, sedangkan kabupaten B kelebihan produksi, maka pasar di kedua kabupaten dapat saling mengisi. Dengan adanya peta ini, diharapkan cabai selalu tersedia di pasar," terang Anton.
Selanjutnya, kata Anton, informasi ketersediaan juga perlu dilakukan guna memperlancar pasokan cabai ke pasar. Langkah ini penting sebagai upaya untuk menstabilkan harga cabai agar tidak naik.
"Maka dari itu untuk memperlancar pasokan kita perlu memantau daerah - daerah yang memang masih butuh tambahan pasokan. Kita akan berkoordinasi dengan para petani untuk memperlancar distribusi cabai ke daerah – daerah yang mengalami defisit cabai," paparnya.
Berdasarkan data Ditjen Hortikultura, peningkatan kebutuhan cabai ada di Jawa, khususnya cabai rawit merah.
Kondisi pasokan cabai di Pasar Pare Kediri
Selama ini Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) didominasi oleh pasokan cabai dari Jawa Barat dan Jawa Tengah. Jawa Timur memiliki sentra utama seperti Banyuwangi, Kediri dan Malang yang harus berbagi produksi dengan pasar di Pare Kediri, Surabaya dan Bali.
"Pasar Pare Kediri saat mengalami kekurangan, memasok dari Sulawesi melalui pelabuhan Tanjung Perak. Hal ini dikarenakan di Sulawesi, tepatnya di daerah - daerah surplus cabai bisa mengirim barangnya ke jawa melalui surabaya. Sebentar lagi akan masuk dari Kediri dan Nganjuk," ujar pengelola cabai besar Pasar Pare Kediri, Wawan.
Berdasarkan pantauan di Pasar Induk Pare, harga cabai hijau besar Rp 22 ribu, harga cabai merah besar Rp 40 ribu. Untuk cabai rawit hijau Rp 26 ribu, cabai rawit merah Rp 68 ribu per kg.
Hal menarik ditemukan di pasar ini adalah adanya pedagang yang menjual cabai kering. Harganya cukup ekonomis, yakni Rp 17 ribu per kg.
"Ini menarik, ke depan juga akan dikembangkan teknologi pasca panen cabai sebagai solusi di saat harga turun. Tentunya cabai bermutu yang dipilih sehingga kualitasnya tetap terjaga," ujar Anton.
Ditemui di lokasi pasar, Satgas Pangan Kediri, Mulyono, mengaku pihaknya tidak menemukan permainan harga di Pasar Pare, artinya mekanisme harga terbentuk secara alami dan bukan permainan.
Kenaikan harga cabai tidak melulu dinikmati petani Kediri
Ketua Paguyuban Petani Cabai Indonesia Kabupaten Kediri, Suyono mengaku kenaikan harga cabai serta merta tidak dinikmati petani. Di sisi lain keuntungan pada pihak ketiga yang menikmati harga naik.
"Petani yang menikmati keuntungan tidak sampai 50 persen karena banyak yang sudah habis tanamannya dan sekarang masih proses pembungaan. Kediri sendiri dahulu penuh dengan hamparan cabai. Belakangan diberlakukan pola tumpang gilir di mana dalam satu hamparan terdapat tiga komoditas yang ditanam bergantian," papar Suyono.
Tumpang gilir ini telah lama dilakukan petani Kediri. Dalam satu lahan, petani melakukan pertanaman jagung yang disusul cabai dan terakhir kacang tanah. Selain efisiensi lahan, petani mendapat keuntungan panen dari tiga komoditas sekaligus.