Sabtu 03 Aug 2019 05:50 WIB

Marak Ponsel Black Market, Negara Rugi Triliunan

Selain pemerintah, operator juga didorong turut cegah peredaran ponsel black market.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Friska Yolanda
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara (tengah, berkacamata) berpose bersama sejumlah perwakilan dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Direktorat Bea Cukai, di sela-sela seminar nasional tentang Potensi Kerugian Akibat Ponsel Black Market, Jakarta, Jumat (2/8).
Foto: Republika/Imas Damayanti
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara (tengah, berkacamata) berpose bersama sejumlah perwakilan dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Direktorat Bea Cukai, di sela-sela seminar nasional tentang Potensi Kerugian Akibat Ponsel Black Market, Jakarta, Jumat (2/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Ponsel Seluruh Indonesia (APSI) memperkirakan, kerugian negara akibat adanya perangkat atau ponsel impor ilegal ditaksir mencapai Rp 2,8 triliun per tahun. Kerugian tersebut dihitung berdasarkan hilangnya pendapatan negara dari pajak sebesar 10 persen untuk PPn dan 2,5 persen PPh.

Sedangkan hal serupa juga dicatat Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI). Potensi kerugian negara ditaksir sebesar Rp 2 triliun-Rp 3 triliun per tahun berdasarkan masuknya perangkat ponsel impor ilegar sebanyak 10 juta unit per tahun. 

Baca Juga

“Jadi memang ponsel black market ini sangat fantastis menghasilkan kerugian untuk negara,” kata Wakil Ketua Umum ATSI Merza Fachys, di Jakarta, Jumat (2/8).

Berbagai upaya dinilai perlu mencegah peredaran ponsel black market itu terus beredar. Menurut dia, selain regulasi dari pemerintah, pihak operator juga perlu menyiapkan investasi besar untuk melakukan validasi international mobile equipment (IMEI).

Validasi IMEI nantinya akan dioperasikan untuk mendeteksi ponsel yang tergolong ilegal.

Untuk itu pihaknya mengaku siap membantu pemerintah untuk memberikan IMEI yang dimiliki oleh anggota asosiasi. Hanya saja dia mengakui, hal itu membutuhkan investasi yang harus dikeluarkan operator. Perkiraan investasi yang dibutuhkan diproyeksi mencapai Rp 200 milar.

Di sisi lain Merza mengimbau kepada pemerintah untuk tidak memblokir ponsel ilegal yang kini sudah digunakan masyarakat sehari-hari. Regulasi yang tengah digodok pemerintah terkait pengendalian ponsel black market, kata dia, lebih baik digunakan untuk menjegal ponsel ilegal yang belum dikonsumsi dan belum terjual.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara membandingkan penjualan ponsel sebelum periode 1995 oleh Satelindo cukup menarik. Alasannya, Satelindo sebagai operator mewajibkan seluruh calon konsumennya untuk menggunakan simcard yang juga mereka jual. Artinya, terdapat jaminan keamanan dan kepastian produk yang dibeli konsumen sebab tak ada penyelewengan data dan produksi.

“Jadi dulu itu nggak ada ponsel-ponsel KW. Saya berani sebut nama operatornya, karena Satelindo kan sudah bangkrut ya, jadi saya ceritakan,” kata dia.

Hanya saja, sejak penerapan kebijakan salah satu operator telekomunikasi besar di 1995 menerapkan kebebasan pembelian ponsel tak harus dari satu operator tertentu, kendala data serta produk ponsel ilegal mulai bertumbuh. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement