Kamis 01 Aug 2019 00:11 WIB

Jumat, Pemerintah Bahas Penyelesaian Defisit BPJS Kesehatan

Rapat akan membahas tindak lanjut rapat terbatas BPJS Kesehatan di Istana Negara.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek (kanan) dan Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo (kiri) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/9).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek (kanan) dan Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo (kiri) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo mengatakan akan ada rapat pada Jumat (2/8) mendatang untuk membahas skema penyelesaian defisit BPJS Kesehatan. Mardiasmo mengatakan, rapat tersebut merupakan tindak lanjut rapat terbatas soal defisit BPJS Kesehatan di Istana Negara, pada Senin (29/7) kemarin.

"Tanggal 2, hari Jumat mereka (tim) akan bincang-bincang dengan Menteri PMK, Menteri Keuangan, Menteri Sosial, Menkes, untuk melihat JKN itu seperti apa seharusnya (skema penyelesaian BPJS Kesehatan)," ujar Mardiasmo saat ditemui di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (31/7).

Baca Juga

Menurut Mardiasmo, masing-masing pihak akan mengusulkan skema apa yang tepat untuk penyelesaian BPJS Kesehatan tersebut. Sebelum nantinya akan dibahas skema lebih lanjut untuk pola penyelamatan defisit BPJS Kesehatan.

Selain itu, dalam kesempatan itu BPJS Kesehatan juga harus memastikan telah melaksanakan semua rekomendasi dari, di antaranya merapikan data penerima manfaat BPJS Kesehatan. "Menkes juga sudah memberikan evaluasi terhadap kelas rumah sakit, rujuk balik sudah, dana kapitasi juga sudah dari Mendagri, jadi ini sedang (dilakukan) semuanya, nah Jumat tanggal 2, pada makan siang itu, silakan datang lagi, apa hasilnya," ujar dia.

Namun, Mardiasmo belum dapat memastikan apakah skema penyelesaian BPJS Kesehatan tersebut dengan menaikkan iuran premi BPJS Kesehatan. Menurutnya, perlu dipertimbangkan berbagai alternatif lain, sebelum menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Salah satunya, pemanfaatan dana kapitasi jaminan kesehatan nasional ke daerah-daerah dulu. "Nanti kita liat dulu, seperti apa, dana kapitasi kan masih banyak, dan kata Pak Wapres kan bagaiamana DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) itu tidak hanya pusat tapi juga Pemda," ujar dia.

Karenanya, ia menilai perlunya kerjasama BPJS Kesehatan dengan pemerintah daerah. "Ini yang kita paksa semuanya baik Pemda sendiri maupun dengan BPJS Kesehatan harus ada kerjasmaa, kalau perlu ada MOU BPJS Kesehatan dengan masing-masing daerah," kata Mardiasmo.

Untuk itu, Mardiasmo mengungkap kerja sama dengan pemerintah daerah juga memumungkinkan untuk memanfaatkan dana transfer pemerintah pusat. "Kami dari pemerintah dengan dirjen perimbangan keuangan kan kita memberi dana transfer ke daerah, dana bagi hasil, DAU, yang sekarang sudah diintersep juga DAU-nya, juga soal pajak rokok, termasuk DBHCHT itu kita kembangkan semua," kata Mardiasmo.

Pemerintah akhirnya setuju untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan keputusan itu diambil pemerintah saat rapat terbatas terkait defisit BPJS Kesehatan di Istana Negara, Jakarta, Senin (29/7).

"Kemarin ada beberapa hal yang dibahas dan prinsipnya kita setuju. Namun perlu pembahasan lebih lanjut, pertama, kita setuju untuk menaikkan iuran," ujar JK saat diwawancarai wartawan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (30/7).

Namun, JK mengatakan, pemerintah belum menentukan besaran kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Sebagai informasi, iuran BPJS Kesehatan untuk ruang perawatan kelas III sebesar Rp 25 ribu per orang, Kelas II sebesar Rp 51 ribu, dan kelas I sebesar Rp 80 ribu.

"Tapi berapa naiknya, nanti dibahas oleh tim teknis, nanti akan dilaporkan pada rapat berikutnya," ujar JK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement