REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Ketahanan Pangan (BKP), Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2018 telah memutahirkan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan/Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA), mencakup Kabupaten/Kota seluruh Indonesia.
Peta tematik ini menggambarkan visualisasi geografis hasil analisa data indikator kerentanan terhadap kerawanan pangan. FSVA disusun menggunakan 9 indikator yang mewakili 3 aspek ketahanan pangan. Yaitu ketersediaan, keterjangkauan dan pemanfaatan pangan, sehingga dapat digunakan Kementerian/Lembaga terkait dalam penyusunan program intervensi kerawanan pangan dan gizi.
Hasil FSVA 2018 menunjukkan 335 kabupaten (81 persen) berada dalam status tahan pangan dan 91 Kota (93 %) dikategorikan tahan pangan. Jika dibandingkan dengan FSVA 2015, telah terjadi peningkatan status ketahanan pangan di 177 kabupaten.
“Situasi ini harus dipertahankan bahkan ditingkatkan menjadi lebih baik," ujar Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan) Agung Hendriadi saat membuka Focus Group Discussion (FGD) Sinergi Program Pengentasan Daerah Rentan Rawan Pangan, di Jakarta, Rabu (24/07).
Pihaknya berharap hasil FSVA dapat dimanfaatkan instansi terkait sebagai acuan penetapan lokus wilayah intervensi, sehingga kita dapat bersama-sama menyelesaikan tugas besar mengentaskan daerah rentan rawan pangan dan kemiskinan.
Menurut Agung, untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi mensyaratkan adanya kerjasama, sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. "Komitmen menjadi kata kunci keberhasilan kerjasama lintas sektor," tegas Agung.
Sependapat dengan Agung, Direktur Kesehatan Masyarakat Kemenkes, Kirana Pritasari mengatakan pentingnya sinergi dilakukan. Sinergi Kementerian dan Lembaga sangat tepat untuk mengatasi masalah pangan dan gizi, terutama penanganan stunting.
Andi M Dulung (Dirjen Fakir Miskin Kemensos) mendukung peta FSVA yang disusun BKP Kementan. "Daerah yang peta FSVAnya masih merah, harus diintervensi bahu membahu dengan kementerian/lembaga lain, untuk menangani daerah rentan rawan pangan. Nanti kita sinergikan dan kami punya lokasi-lokasi detilnya," ujar Andi.
Direktur Pelayanan Sosial Dasar Kemendes PDT Transmigrasi, Bito Wikantoso, mengatakan, sejak 2019 dana desa diprioritaskan untuk pencegahan stunting.
"Pencegahan stunting ini sangat penting untuk membangun ketahanan pangan. Kalau 4 tahun lalu fokus kepada infrastur desa, sekarang kami juga fokus pada perbaikan gizi masyarakat dan pencegahan stunting," ujarnya.
Fasli Jalil (Rektor Universitas YARSI Jakarta), sebagai pembahas dalam FGD ini mengapresiasi Kementan telah menyusun FSVA.
"Ini langkah strategis bersama yang harus dilakukan. Untuk itu harus ada data by name dan by address stunting dan kemiskinan sampai di tingkat rumah tangga. Kalau ini bisa dilakukan, masalah kerentanan pangan, gizi dan stunting akan cepat teratasi secara nasional," ujar Fasli Jalil.
Melalui FGD ini, Agung berharap Bappenas membuat program bersama sebagai acuan dalam penanganan daerah rentan rawan pangan sesuai FSVA.
Hadir dalam FGD wakil dari berbagai lintas sektor yaitu Bappenas, Kemendes PDT dan Transmigrasi, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian PUPR, Kemendikbud, Kementerian Sosial, Lembaga Ketahanan Nasional, Badan Pusat Statistik, TNP2K, WFP dan undangan lainnya.