Rabu 24 Jul 2019 14:09 WIB

Regulasi Tenaga Kerja Hambat Pertumbuhan Ekonomi

Ekosistem tenaga kerja di Indonesia dinilai rumit

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Tenaga kerja
Tenaga kerja

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas menyebutkan, salah satu regulasi yang menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah terkait tenaga kerja. Tingginya biaya pesangon menjadi beban untuk para pemberi kerja, sehingga perusahaan cenderung merekrut tenaga kerja kontrak dan tidak mau berinvestasi pada tenaga kerja melalui pelatihan.

Menurut riset Global Innovation Index (2018) yang diolah Bappenas, untuk memberhentikan seorang pekerja di Indonesia, dibutuhkan biaya dua kali lebih tinggi dibandingkan Turki. Bahkan, lebih tinggi empat kali dibanding dengan Brasil dan enam kali dibandingkan Afrika Selatan.

Baca Juga

"Ini tiga negara yang dianggap setara dengan Indonesia," tuturnya Menteri PPN/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam sambutan Konsultasi Pusat Penyusunan Rancangan Awal RPJMN 2020-2024 di Jakarta, Rabu (24/7).

Menurut Bambang, apabila suatu perusahaan harus mengeluarkan biaya pemberhentian tenaga kerja dengan nominal besar, mereka cenderung memutuskan tidak akan mempekerjakan sejak awal. Dampaknya, muncul tenaga kerja kontrak yang tidak menciptakan kepastian.

Karena ekosistem tenaga kerja yang rumit di Indonesia, Bambang menambahkan, kurang dari 10 persen perusahaan di Indonesia memberikan pelatihan formal. Padahal, di Vietnam mencapai 20 persen, sementara Filipina dan China masing-masing adalah 60 dan 80 persen.

Bambang menilai, kondisi tersebut akan berdampak positif pada kualitas tenaga kerja Indonesia. Apabila mereka tidak mendapat pelatihan terstruktur dari perusahaan, kualitas mereka cenderung seadanya. "Ini akan mengganggu produktivitas perusahaan itu sendiri," katanya.

Bambang menambahkan, regulasi di Indonesia juga membatasi tenaga kerja terampil asing. Padahal, mereka menawarkan inovasi melalui bakat yang mereka miliki, sehingga Indonesia sebagai negara berkembang masih membutuhkan jasa mereka. Terutama untuk keterampilan yang memang belum memadai oleh tenaga kerja di Indonesia.

Di Indonesia, Bambang menuturkan, terdapat satu tenaga kerja asing untuk setiap 763 tenaga kerja lokal. Angka ini lebih rendah dibandingkan di Malaysia yang memiliki perbandingan 1:11, sementara Thailand 1:19 dan Brasil 1:258.

Bambang mengatakan, penggunaan jasa tenaga kerja asing bukanlah sebuah permasalahan, asalkan ditujukan bagi sektor atau plot yang memang belum dipenuhi tenaga kerja Indonesia. "Ini penting untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing dari perusahaan dan produk," katanya.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menjelaskan, tenaga kerja Indonesia juga harus mengubah paradigma dari 'kerja tetap' menjadi 'tetap kerja'. Artinya, masyarakat tidak harus terpaku pada satu entitas bisnis dalam jangka waktu panjang atau terpaku menjadi PNS semata.

Hanif mengatakan, menjadi pekerja tetap akan sulit direalisasikan ke depannya seiring dengan perkembangan teknologi. "Sebab, bidang pekerjaan akan semakin fleksibel sehingga pangsa pasarnya pun harus mengikuti," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement