Selasa 23 Jul 2019 20:28 WIB

Dana Desa Bantu Pembangunan di NTT

Dana desa di NTT juga dimanfaatkan untuk pengembangan sektor pariwisata.

Menteri Desa PDT dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo menjadi pembicara dalam Plenary Indonesia Development Forum 2019 bertema Mission Possible, Seizing the Opportunities of Future Work to Drive Inclusive Growth di Jakarta, Selasa (23/7).
Foto: KEMENDES
Menteri Desa PDT dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo menjadi pembicara dalam Plenary Indonesia Development Forum 2019 bertema Mission Possible, Seizing the Opportunities of Future Work to Drive Inclusive Growth di Jakarta, Selasa (23/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dana desa membantu pembangunan infrastruktur di Nusa Tenggara Barat. Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur Josef Nae Soi mengatakan NTT memiliki SDA yang melimpah, salah satunya dengan mengembangkan sektor pariwisata.

"NTT punya pariwisata luar biasa. Untuk sejahtera kita mulai dengan pariwisata, karena pariwisata membuat mata rantai ekonomi masyarakat. Pariwisata berbicara tentang aksesibilitas, listrik, air minum, rumah layak huni, dan ini masih kurang di NTT," ujarnya.

Baca Juga

Dengan adanya dana desa Rp 3,3 Triliun di NTT dapat membantu dalam hal aksesibilitas dan pembangunan infrastruktur. Dana desa juga memicu kesadaran masyarakat, dan itu penting untuk pengembangan pariwisata.

"Bangun secara inklusif, mengentaskan kemiskinan tak perlu niru dari luar tapi dari kemampuan masyarakat itu sendiri. Kami mengirim anak-anak muda kami untuk belajar ke Luar Negeri dan saat kembali lagi jadi wirausaha-wirausaha muda. Mereka bisa mengembangkan pariwisata. Untuk peningkatan kualitas SDM kami menargetkan 100 taman baca di desa-desa, dan target akan membuat 22 desa model," ucap dia.

Seorang pemudi dari NTT, Meybi Agnesya Lomanledo, Co-founder, Indonesian Organic Timor Moringa Field School telah mendirikan Sekolah Lapangan Kelor di NTT dua tahun lalu. Ia melihat potensi kelor yang melimpah di sana, dan manfaatnya untuk mengurangi stunting karena nutrisi yang terkandung di dalamnya.

"Saya buat Sekolah Lapangan Kelor, sehingga masyarakat bisa memaksimalkan yang ada, dari budidaya kelor sampai pasca panen. Bisnis modelnya, kami buat kebun kecil saja tapi untuk mengedukasi petani, kami yang punya teknologi, kami yang beli hasil bumi dari petani, ini merupakan gerakan sosial dan edukasi," ujar dia.

Sementara itu, Aleta Baun, 2013 Goldman Environmental Prize Winner, menjelaskan bagaimana pembangunan NTT kedepannya bisa inklusif dan masyarakat ikut berpatisipasi. Semangat membangun berbasis dari kampung/desa, semangat pemberdayaan. Teknisnya perlu bangun bisnis model yang fokus dan terintegasi. Kolaborasi dengan berbagai pihak salah satu cara kreatif untuk proses pembangunan di NTT.

"Pemberdayaan komunitas, pembangunan dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang ada di kampung, pemerintah, NGO dan akademisi, pembangunan yang saling menopang antar stakeholder. Mereka (masyarakat NTT) kaya dengan SDA, mereka tidak miskin. Bagaimana meningkatkan pendampingannya, walaupun programnya kecil tapi sesuai kebutuhan masyarakat," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement