Senin 22 Jul 2019 13:32 WIB

Bappenas: Ekonomi Digital Bantu Kaum Perempuan dan Difabel

Kaum perempuan dan difabel dapat diperhitungkan sebagai tenaga kerja produktif

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
ecommerce
ecommerce

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro meyakini, ekonomi digital dapat membantu meningkatkan partisipasi perempuan dan disabilitas dalam mengakses lapangan kerja formal. Sebab, sektor ini memudahkan proses kerja mereka yang terintegrasi dengan platform online.

Bambang mengakui, akses terhadap lapangan kerja untuk kelompok rentan masih menjadi tantangan utama pembangunan sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Saat ini, tingkat partisipasi perempuan dalam lapangan kerja formal hanya 50 persen.

Baca Juga

"Sedangkan, di negara maju manapun, ratenya mencapai 70 hingga 80 persen," ujarnya dalam rangkaian acara Indonesia Development Forum (IDF) 2019 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Senin (22/7).

Tidak hanya perempuan, disabilitas pun mengalami hal yang sama. Mereka kerap menghadapi hambatan dalam mengakses lapangan kerja formal karena dianggap memiliki keterbatasan dalam bekerja. Padahal, Bambang menuturkan, banyak di antara mereka yang mempunyai kualitas lebih baik dibanding dengan tenaga kerja lain.

Untuk mengatasi dua permasalahan tersebut, Bambang menjelaskan, salah satu upaya solutif dari pemerintah adalah menciptakan lapangan kerja yang tidak diskriminatif. Artinya, sektor tersebut mudah untuk diakses perempuan maupun disabilitas.

Ekonomi digital disebut Bambang sebagai sektor yang mampu memfasilitasinya. "Perempuan dapat bekerja dengan internet, tanpa meninggalkan rumah, begitupun dengan teman disabilitas," katanya.

Melalui perkembangan teknologi, Bambang mengatakan, perempuan dan disabilitas dapat diperhitungkan sebagai tenaga kerja yang produktif. Mereka juga mampu menghasilkan pendapatan tetap untuk menghidupi dirinya maupun keluarga. Bahkan, tidak menutup kemungkinan juga bagi mereka untuk membantu menciptakan lapangan kerja melalui kewirausahaan di berbagai bidang.

Selain akses kelompok rentan terhadap lapangan kerja, permasalahan lain yang dihadapi SDM Indonesia adalah daya saing. Menurut catatan Bappenas, Indonesia berada di peringkat ke-65 di dunia dalam hal daya saing, lebih rendah dibanding dengan Malaysia (33) hingga Vietnam (64).

"Oleh karena itu, perbaikan kualitas SDM melalui program vokasi terus menjadi prioritas pemerintah saat ini," kata Bambang.

Tantangan lain yang disebutkan Bambang adalah pekerja sektor informal. Sekitar 60 persen dari total tenaga kerja Indonesia bergerak di sektor informal. Artinya, mereka memiliki upah cenderung rendah dengan produktivitas rendah.

Melihat hal ini, pekerjaan rumah pemerintah tidak sekadar mengurangi tingkat pengangguran sampai ke tingkat tiga hingga empat persen, juga untuk meningkatkan kualitas. Caranya dengan memasukkan ke sektor formal, baik sebagai pengusaha ataupun pekerja.

Di sisi lain, sektor manufaktur yang diharapkan menjadi tumpuan ekonomi dalam negeri belum mampu menggerakkan lapangan kerja. Bambang berharap, program revolusi industri 4.0 dengan lima sektor prioritas yang telah ditetapkan pemerintah melalui Kementerian Perindustrian dapat membantu kondisi ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement