Jumat 19 Jul 2019 18:17 WIB

Right Issue Tertunda, Bank Muamalat Tunggu Audit Keuangan

Setelah right issue, Bank Mualamat akan menlanjutkan aksi korporasi lainnya.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Logo Bank Muamalat terpasang depan kantor pusatnya, Jakarta, Ahad (2/12).
Foto: Republika/Prayogi
Logo Bank Muamalat terpasang depan kantor pusatnya, Jakarta, Ahad (2/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Muamalat Tbk telah mendapatkan izin untuk menerbitkan saham baru atau right issue melalui Rapat Uum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Mei 2019. Aksi korporasi tersebut dilakukan untuk menambah modal dan memperbaiki kinerja perusahaan.

Sejak tiga bulan direncanakan melakukan right issue melalui mekanisme hak memesan efek terlebih dahulu atau HMETD nampaknya belum menemukan titik terang. Menurut Sekretaris Perusahaan Bank Muamalat Hayunaji aksi right issue masih sesuai dengan rencana semula yang telah disetujui pemegang saham, yakni menerbitkan 50,3 persen saham baru atau setara Rp 2,2 triliun.

Baca Juga

“Ada dokumen yang menjadi syarat yang harus dipenuhi. Salah satunya mengenai laporan keuangan perusahaan yang diaudit oleh akuntan publik,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (19/7).

Hayunaji mengatakan saat ini perusahaan tengah memperbaharui laporan keuangan tersebut. Sebab, sebelumnya perusahaan sudah melakukan pengajuan dengan menggunakan laporan keuangan Desember 2018 namun karena proses bergulir, sehingga masa berlakunya telah berakhir.

“Karena sudah lewat bulan Juni ini mesti ada informasi tambahan, karena sudah per Desember kemarin. Jadi kita mesti melakukan audit lagi, kan validity dari audit report jangka waktunya enam bulan,” jelasnya.

Sebelumnya, Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan Bank Muamalat membutuhkan modal baru sekitar Rp 8 triliun. Dana tersebut dibutuhkan untuk menjamin keberlangsungan bisnis bank, maka otoritas meminta investor yang hendak masuk menyetorkan Rp 4 triliun ke rekening penampung sebagai bukti komitmen.

Seperti diketahui, Bank Muamalat berkutat dengan masalah permodalan sejak tiga tahun terakhir. Puncaknya pada 2017 rasio kecukupan modal sempat menyentuh 11,58 persen.

Adapun kinerja Bank Muamalat tergerus oleh lonjakan rasio pembiayaan bermasalah (non performing financing/NPF). NPF bank syariah itu sempat di atas 7 persen, jauh lebih tinggi dari batas maksimal ketentuan regulator. Penyumbang NPF terbesar berasal dari sektor tambang dan turunannya, transportasi, infrastruktur serta konstruksi.

Dalam RUPSLB Mei 2019 kemarin, telah disepakati bahwa beberapa pihak akan masuk sebagai pemegang saham baru Bank Muamalat antara lain Al Falah Investment Pte Limited (Al Falah), Kospin Jasa dan Lynx Asia. Nantinya, Al Falah akan menyerap 77,1 persen dari keseluruhan saham baru yang akan diterbitkan melalui pelaksanaan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue.

Bank Muamalat dan Al Falah menyakini kemitraan melalui suntikan modal akan memperkuat kinerja perusahaan. Kedua pihak menyakini penambahan permodalan akan membuat perusahaan dapat tumbuh secara berkelanjutan.

Komisaris Utama Bank Mualamat Ilham Habibie menambahkan saat ini pihaknya terus melakukan komunikasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).  “Kami optimis (aksi korporasi) akan berjalan lancar. Kami juga memberikan peluang untuk investor membeli saham baru, tapi tetap mayoritas pada pihak Al Falah dan konsorsium,” ucapnya di Mualamat Tower, Jakarta, Selasa (14/5).

Ke depan, Bank Muamalat akan fokus menyelesaikan aksi korporasi ini. Jika right issue telah diselesaikan dengan baik, maka perusahaan akan melanjutkan aksi korporasi lainnya untuk memenuhi kebutuhan perusahaan.

“Soal kebutuhan memang ada tapi begini terbuka investor lainnya, bagaimana selanjutnya nanti diputuskan setelah masuk fase ini dulu. Investor selanjutnya belum ada karena kita tidak saat ini. Kalau semua dikerjakan sekaligus, tidak ada yang jadi,” jelasnya.

Apabila rencana tersebut berjalan mulus, Al Falah akan menjadi pemilik 50,3 persen saham Bank Muamalat. Adapun kepemilikan saham Islamic Development Bank dan Boubyan Bank, yang sebelumnya menggenggam masing-masing 32,7 persen dan 22 persen saham, akan terdilusi menjadi 11,4 persen dan 7,7 persen.

Al Falah merupakan perusahaan yang dimiliki dan didirikan bersama oleh Ilham Habibie dan CP5 Hold Co 2 Limited. Perusahaan investasi tersebut didirikan berdasarkan hukum Singapura dan berlokasi di Robinson Point, Singapura.

Selain Al Falah, Koperasi Simpan Pinjam (Kospin) Jasa bersama Lynx Asia akan ikut ambil bagian dalam rencana akuisisi Bank Muamalat. Konsorsium yang dipimpin Kospin Jasa tersebut rencananya menyerap sekitar Rp 250 miliar-Rp 300 miliar saham baru dan akan mendapat porsi kepemilikan saham sebesar 8,9 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement