Jumat 19 Jul 2019 14:06 WIB

OJK: 46 Perusahaan Ikuti Proses Keandalan Bisnis

Sebagian besar perusahaan menyasar sektor ritel.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Kepala Group Inovasi Keuangan Digital (IKD) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Triyono (kanan) dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (19/7).
Foto: Repubika/Adinda Pryanka
Kepala Group Inovasi Keuangan Digital (IKD) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Triyono (kanan) dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (19/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Group Inovasi Keuangan Digital (IKD) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Triyono menyebutkan, saat ini terdapat 46 perusahaan teknologi finansial (tekfin) yang tengah diproses untuk memasuki uji regulatory sandbox. Menurut Peraturan OJK Nomor 13 Tahun 2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan, regulatory sandbox merupakan mekanisme pengujian untuk menilai keandalan proses bisnis, model bisnis, instrumen keuangan, dan tata kelola perusahaan.

Triyono menjelaskan, dari total 46 perusahaan tersebut, innovator atau perusahaan yang terdaftar terdiri dari model bisnis beragam. Tidak hanya peer-to-peer (p2p) lending yang kini sudah banyak dikenal masyarakat, juga agregator (pengumpul), financial planner (perencana keuangan) hingga claim service handling (penanganan jasa klaim). 

Baca Juga

"Semuanya kita bagi dalam bentuk cluster. Untuk batch pertama ada 12 cluster dan batch kedua ada delapan cluster," ujarnya dalam media briefing di Gedung OJK, Jakarta, Jumat (19/7). 

Cluster yang dibuat OJK merupakan sebuah terminologi untuk membedakan perusahaan berdasarkan model bisnis. Tapi, Triyono mengatakan, suatu perusahaan mungkin saja berpindah cluster seiring dengan proses regulatory sandbox berjalan secara mendalam. 

Salah satu cluster yang terbilang baru adalah blockchain based, di mana salah satu perusahaannya tercatat adalah Alumnia. Mereka memanfaatkan teknologi blockchain untuk mempertemukan investor dan investee melalui platform digital. Model bisnis lain yang juga disorot Triyono adalah Electronic Know Your Customer (E-KYC), yakni proses identifikasi nasabah atau konsumen melalui proses elektronik. 

Triyono menyebutkan, model-model bisnis tersebut masih belum memiliki regulasi khusus seperti P2P lending melalui Peraturan OJK Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Apabila model bisnis ini terus berkembang, tidak menutup kemungkinan pemerintah melalui OJK akan membuat peraturannya. 

"Kita pantau lagi setelah regulatory sandbox selesai," katanya. 

Dari 46 perusahaan tercatat, Triyono menilai, sebagian besar di antara mereka sudah menyasar pada perusahaan ritel. Artinya, tekfin di Indonesia lebih bersifat inklusif dan melayani mereka yang tidak sekadar kalangan atas, juga menengah dan bawah. Ini yang membuat OJK merasa bangga dan banyak berbagi informasi mengenai tekfin lokal ke pihak internasional. 

Secara umum, pendekatan regulatory sandbox akan menjadi instrumen untuk menguji model bisnis, produk, layanan dan teknologi. Tidak hanya inovasi perusahaan rintisan atau startup yang bergerak di bidang fintech, tetapi juga bagi lembaga jasa keuangan seperti perbankan yang melakukan inovasi proses bisnis. Pendekatan ini memiliki nama lain sebagai tes laboratorium. 

Regulatory sandbox mewajibkan platform fintech beroperasi atau diluncurkan ke pasar untuk melalui tahapan uji coba sebelum mendapatkan izin. Setelah mendapatkan daftar status tercatat, mereka baru masuk regulatory sandbox dan diproses dalam kurun waktu maksimal satu tahun. "Apabila lebih cepat akan lebih baik," ujar Triyono. 

Dari regulatory sandbox, Triyono menambahkan, akan ada tiga opsi keputusan. Apabila perusahaan tersebut lulus, mereka akan merekomendasikan untuk mendapat status terdaftar. Opsi lain, jika masih ada perbaikan, akan mengalokasikan waktu tambahan enam bulan. Terakhir, apabila memang membahayakan, maka perusahaan tersebut akan dihentikan. 

Triyono menyebutkan, dunia keuangan kini sudah semakin dipenuhi oleh pemain digital. Ia berharap, kondisi ini dapat memberikan dampak positif kepada masyarakat maupun pemain tekfin lain. Misal, melalui model bisnis credit scoring yang dibutuhkan oleh lembaga keuangan maupun pemain peer-to-peer lending. "Jadi, istilah kami fintech for fintech, pendukung pasar akan bermunculan," tuturnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement