REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKA RAYA – Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) meluncurkan program pemberian bibit unggul sebesar 500 juta batang dalam kurun lima tahun ke depan, di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Kamis (18/7). Pemberian bibit unggul itu diproyeksi bakal menumbuhkan ekspansi sektor perkebunan lebih agresif.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, kontribusi ekspor sektor pertanian didominasi dari komoditas perkebunan. Untuk itu, pemberian bibit unggul kepada petani sebesar 500 juta batang (Bun 500) dalam lima tahun ke depan bakal menggenjot capaian ekspor lebih agresif lagi.
Dia menargetkan, penumbuhan ekspor yang lebih ekspansif itu dapat berkolerasi terhadap pendapatan petani. “Kira-kira nilainya pendapatan petani (dengan adanya Bun 500) bisa meningkat Rp 1.000 triliun per tahun,” kata Amran kepada Republika, di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Kamis (18/7).
Dia menegaskan, pemberian bibit unggul dalam lima tahun ke depan akan mengedepankan kesejahteraan petani. Dia menyebut, jika produksi dan ekspor meningkat maka pendapatan dan kesejahteraan petani juga bakal terdampak positif.
Menurut Amran dengan mengutip catatan Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor sektor pertanian tercatat mengalami peningkatan. Pada 2014, ekspor pertanian berjumlah 33 juta ton sedangkan pada 2018 mencapai 42,5 juta ton. Artinya, kata dia, nilai peningkatan ekspor pertanian menyentuh Rp 352 triliun. Sedangkan akumulasi yang spesifik di sektor perkebunan dalam empat tahun terakhir menembus hampir Rp 2 triliun.
Untuk mencapai pertumbuhan ekspor perkebunan yang lebih ekspansif lagi, kata dia, Kementan melakukan identifikasi terhadap sejumlah komoditas ekspor perkebunan yang diminati pasar global. Adapun bibit unggul pilihan yang diprioritaskan antara lain kopi, lada, cengkeh, pala, kakao, karet, kelapa dalam, tebu, teh, dan jambu mete.
Dia membeberkan, pemberian bibit unggul akan ditentukan berdasarkan keunggulan komparatif di suatu wilayah. Keunggulan komparatif tersebut meliputi iklim pertanian, struktur tanah, topografi, serta budaya masyarakat setempat.
Dia menilai, penyesuaian pemberian bibit dengan wilayah setempat akan memudahkan petani berporoduksi sebab sudah familiar dengan komoditas yang dibudidayakannya. Dia mencontohkan, pemetaan wilayah dengan keunggulan komoditasnya antara lain Aceh dengan kopi, Maluku dengan pala dan cengkeh, Riau dengan sawit, Kalimantan Tengah dengan kakao dan karet, serta wilayah-wilayah lainnya beserta keunggulan yang dimiliki.
Di sisi lain, Amran menceritakan, terdapat tren baru masyarakat global terhadap komoditas kopi. Umumnya milenial, menurut dia, kopi menjadi salah satu komoditas yang potensial pangsa pasarnya. Dengan kondisi perang dagang dua negara ekonomi raksasa yakni Amerika Serikat dengan Cina, Indonesia perlu memanfaatkan pasar baru.
“Kita tahu, kopi kita juga disukai di India baru-baru ini. Ada tren ngopi di sana, di negara lain juga,” kata Amran.
Adapun komoditas kopi menurut Amran sangat lekat dengan image milenial. Sehingga pendekatan terhadap pasar pun dinilai cukup prospektif dan dapat ditembus. Terlebih, menurutnya, cita rasa kopi Indonesia sudah terkenal di kancah internasional.
Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Kasdi Subagyono mengatakan, pemberian bibit unggul kepada petani diharapkan mampu mendongkrak produksi. Menurut dia, beberapa komoditas perkebunan Indonesia cukup diminati pangsa pasar global. Untuk sawit, kata Kasdi, program replanting terus berjalan.
Dia juga menegaskan, produksi sawit di dalam negeri akan terus berjalan meski terdapat sentimen dari Eropa yang mendiskriminasi sawit dengan isu deforestasi. “Konsumsi (sawit)-nya kita genjot di dalam negeri,” kata Kasdi.