Selasa 05 Nov 2019 15:18 WIB

Industrialisasi Pertanian Terkendala Bibit Lokal

Keberadaan BUMDes dapat berperan menggenjot produktivitas bibit lokal.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Petani kedelai
Petani kedelai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menilai, sejumlah kebijakan yang ada saat ini sudah cukup untuk mendorong diversifikasi komoditas pertanian dalam negeri menjadi barang jadi. Kendala yang dihadapi Indonesia saat ini lebih kepada masalah tingkat produktivitas dari bibit komoditas pertanian yang masih rendah.

"Untuk mendorong industrialisasi pertanian, sebetulnya kebijakan kita sudah cukup. Sekarang, yang mesti dibenahi adalah produktivitas dan itu harus dioptimalisasi," kata Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian, Kementerian Koordinator Perekonomian, Musdalifah Mahmud dalam Rapat Koordinasi Nasional Kadin di Jakarta, Selasa (5/11).

Baca Juga

Musdalifah menjelaskan, atas dasar itu, pemerintah sangat mendorong kerja sama antara pelaku usaha dan petani untuk dapat bermitra. Apapun mekanisme kemitraan yang dilakukan, kerja sama dua pihak itu dianggap sangat membantu petani mengembangkan kapasitas usaha dan menjembatani dunia usaha dalam pengembangan teknologi pertanian.

Ia menyoroti, subsektor pertanian yang saat ini masih lemah dalam kemitraan adalah tanaman pangan, khususnya padi. Hal itu lantaran selama puluhan tahun, petani padi sudah terbiasa mandiri dalam menjalankan usaha persawahan. Namun, disisi lain, kepemilikan lahan sawah makin hari makin berkurang.

"Maka itu kita harus pakai teknologi sehingga kita bisa memanfaatkan lahan dan jumlah petani yang ada untuk terus meningkatkan produktivitas," ujarnya.

Di sisi lain, keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dinilai dapat berperan strategis untuk menggenjot produktivitas bibit dalam negeri. Kelembagaan lainnya yang terdapat di tengah masyarakat petani juga dinilai membutuhkan perhatian pemerintah agar dapat lebih mampu mewadahi kepentingan petani.

Musdalifah memaparkan, sektor pertanian telah menjadi penyumbang terbesar kedua terhadap pertumbuhan ekonomi nasional setelah industri manufaktur. Mengutip data BPS Kuartal III 2019, sektor pertanian tumbuh 3,08 persen atau berkontribusi sebesar 13,45 persen terhadap struktur produk domestik bruto (PDB) nasional.

Sementara, industri pengolahan berkontribusi sebesar 19,62 persen terhadap total PDB nasional. "Ini beda tipis, kalau kita bisa naikkan 1 hingga 1,5 persen kontribusi pertanian, dia bisa menjadi kontributor utama didukung sumber daya manusia dan inovasi teknologi pertanian," ujar dia.

Sementara itu, Menteri Riset dan Teknologi Tinggi sekaligus Kepala Badan Riset Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro, menambahkan, laju pertumbuhan industri manufaktur yang di bawah angka 20 persen menunjukkan bahwa terjadi deindustrialisasi. Pemerintah harus waspada terhadap kondisi tersebut.

Oleh karenanya, untuk menyelamatkan industri manufaktur, sektor pertanian menjadi harapan pemerintah.  Dengan kata lain, pertanian salah satu basis utama industri manufaktur dalam negeri yang menghasilkan makanan dan minuman jadi.

"Industri mamin harus dikedepankan, tapi didukung dengan sektor pertanian domestik. Jangan sampai kita bikin industri tapi inputnya impor. Kita upayakan rantai dari hulu ke hilir bersambung," kata Bambang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement