REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk mencatat sekitar 90 persen transaksi Bank Mandiri sudah berasal dari jaringan digital. Dominannya transaksi via digital membuat perseroan melakukan efisiensi penambahan kantor cabang.
Direktur Bisnis dan Jaringan Bank Mandiri Hery Gunardi mengatakan saat ini perseroan telah mengurangi ekspansi organik atau membuka cabang baru. Hal ini disebabkan digitalisasi telah mampu membantu masyarakat dalam bertransaksi.
"Kami melakukan efisiensi diutamakan untuk kantor cabang mikro. Sebagian besar transaksi sekarang lewat smartphone atau digital services. Sekitar 90 persen transaksi kami sekarang tidak lagi di kantor cabang, tetapi melalui layanan mobile banking atau ATM," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (17/7).
Menurutnya saat ini perseroan melakukan strategi dengan meningkatkan produktivitas kantor cabang yang sudah ada. Sebab, jika dibandingkan tahun lalu produktivitas kantor cabang baru kurang optimal.
"Sekarang strateginya bukan lagi pertumbuhan jumlah cabang, tapi gimana meningkatkan produktivitas cabang sendiri," ucapnya.
Hery menambahkan pada tahun ini perseroan hanya akan membuka lima kantor cabang baru di beberapa daerah. Semetara tahun lalu, Bank Mandiri masih cukup agresif melakukan ekspansi secara organik dengan membuka 50 kantor cabang baru dalam setahun.
Jika didetailkan, menurutnya perseroan membutuhkan anggaran sekitar Rp 1 miliar hingga Rp 2 miliar untuk membuka kantor cabang baru dengan sistem menyewa gedung. Selain itu, kantor cabang baru juga membutuhkan alokasi untuk belanja modal dan membayar pegawai.
"Setidaknya bakal memakan dana Rp 3 miliar untuk satu kantor cabang. Tahun lalu buka cabang 50 berarti sampai Rp 150 miliar. Untuk tahun ini cuma lima cabang berarti Rp 15 miliar, sepersepuluh kali. Turun drastis sekali," jelasnya.