REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski belum lama mengembangkan ekspor ke sejumlah negara tetangga, salah satu perusahaan perintis (startup) dalam negeri, Bukalapak, mulai melirik pasar di negara-negara Muslim dan kawasan baru seperti Afrika. Presiden Bukalapak Fajrin Rasyid mengatakan, sejumlah potensi di kawasan pasar baru memang sedang dianalisa, baik itu di kawasan negara-negara Muslim, maupun negara-negara yang ada di Afrika.
Analisa yang sedang dikaji, kata dia, meliputi gambaran produk yang diminati konsumen. “(Ekspor ke kawasan baru) masih dianalisis, entah itu ke negara Muslim, Afrika, dan sebagainya. Tapi jangan di-highlight ekspansi ke Muslim, karena ini kan masih dianalisa,” kata Fajrin, di Gedung Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, Selasa (16/7).
Dia mengatakan, analisa dilakukan dengan mengevaluasi perkembangan pasar global dengan tingkat permintaan dan spesifikasi produk. Di sisi lain, pihaknya juga akan menilai perfoma serta potensi negara-negara yang bakal dibidik. Menurut dia, pengembangan ekspor memang sangat potensial mengingat pertumbuhan ekspor yang dilakukan Bukalapak menunjukkan akselerasi yang bertumbuh.
Rencananya, data pertumbuhan serta akselerasi ekspor yang dilakukan baru dapat dirilis pada Agustus mendatang. Kendati demikian dia menegaskan, sejumlah produk lokal yang diekspor Bukalapak mayoritasnya diisi produk makanan minuman, kerajinan tangan, dan produk tekstil dan batik.
“Ke Brunei, Singapura, Malaysia, Taiwan, produk makanan, kopi, snack lokal itu banyak diminati. Batik permintaannya juga meningkat dari Malaysia dan Singapura,” kata dia.
Fajrin menambahkan, jika sebelumnya Bukalapak masih menyasar pasar domestik, saat ini pihaknya akan mengambil peluang ekspor ke negara-negara yang memungkinkan di negara kawasan baru. Adapun eskpor yang sudah dibuka antara lain ke Malaysia, Singapura, Myanmar, dan Thailand.
Mengacu catatan sementara Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), nilai ekspor produk kreatif pada 2016 mencapai 19,99 miliar dolar AS, 2017 sebesar 19,84 miliar dolar AS, dan 2018 sebesar 20,60 miliar dolar AS. Sebagai catatan, ekspor ekonomi kreatif dapat meliputi produk kuliner, fashion, film, musik, dan kriya atau kerajinan tangan.
Dia mengatakan, dengan adanya peluang ekspor ke sejumlah negara dan kawasan baru, tujuan memberdayakan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dapat terus diupayakan. Apalagi, saat ini tren e-commerce dinilai sudah semakin merakyat atau populer.
Berdasarkan catatan PwC Report, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) akan didorong oleh daya beli kelas akar rumput atau UMKM sebesar 95 persen. Akar rumput tersebut merupakan bisnis lokal yang menjual produk yang dikomoditisasi, melayani area sekitarnya, dan cenderung diabaikan oleh pasar konvensional.
Fajrin menyatakan, dengan total 4 juta pelapak dan 65 juta pengguna yang dimiliki Bukalapak, diketahui sebesar 30 persen transaksi masih berpusat di Jakarta. Dia membeberkan, meski peluang transaksi cukup terbuka lebar dengan potensi jumlah pelapak dan pengguna yang ada, namun eksistensi e-commerce tak luput dari kekuatan logistik yang dipengaruhi dengan tarif pesawat.
“Tapi, infrastruktur (beruntungnya) baik. Beberapa perusahaan logistik tidak memakai pesawat, sehingga misalnya Jakarta-Surabaya sudah bisa pakai jalur darat. Jadi, e-commerce memang sudah bisa dinikmati di seluruh Indonesia,” kata dia.
Kepala Bekraf Triawan Munaf mengatakan, sektor industri kreatif merupakan solusi yang mampu meningkatkan ekspansi produk-produk kreatif Indonesia ke kancah global. Menurut dia, ekspor produk kreatif asal Asia saat ini cukup diminati dunia. Untuk itu pihaknya menilai, pembangunan ekosistem kreatif di dalam negeri perlu diupayakan secara maksimal.
“Saat ini pemerintah sudah mengarah pada pembangunan ekosistem kreatif, sehingga diharapkan produk-produk kreatif kita mampu berekspansi di kancah global,” kata dia.