REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menilai, kinerja ekspor pada Juni yang menurun masih disebabkan kondisi eksternal. Kinerja ekonomi sejumlah negara yang sedang menghadapi tekanan berdampak pada perdagangan mereka, tidak terkecuali kemampuan mereka dalam mengimpor barang, termasuk dari Indonesia.
Terlepas dari itu, Darmin menambahkan, kondisi neraca dagang pada Juni yang mencapai surplus 200 juta dolar AS patut diapresiasi. Hanya saja, nilainya memang tidak besar, menunjukkan tendensi eksternal yang semakin berlanjut.
"Situasi dan suasana saat ini sedang tidak bagus," katanya ketika ditemui di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (15/7).
Ke depannya, Darmin memproyeksikan, neraca dagang Indonesia masih berpotensi untuk surplus. Sebab, permasalahan neraca dagang migas yang selama ini kerap menjadi hambatan untuk mencapai surplus sudah mulai teratasi. Di antaranya dengan memaksimalkan penggunaan campuran biodiesel B20 dan pemakaian produk dan jasa dalam negeri (TKDN) untuk setiap pengembangan proyek migas.
Meski optimistis, pemerintah tetap mengantisipasi atas berbagai kondisi yang mungkin terjadi. Termasuk kemungkinan kinerja impor melambat, terutama yang dipengaruhi oleh migas. Darmin menyebutkan, kemungkinan ini besar terjadi mengingat kondisi dunia yang masih serba tidak pasti.
"Ekonomi dunia memang melambat," ucapnya.
Dalam rilisnya, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, neraca perdagangan sepanjang Juni 2019 mengalami surplus 200 juta dolar AS. Nilai ekspor tercatat mencapai 11,78 miliar dolar AS sementara impor sebesar 11,58 miliar dolar AS.
Meskipun secara akumulasi neraca perdagangan Juni mencatatkan surplus, Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, kinerja ekspor dan impor masing-masing mengalami penurunan. Penyebabnya adalah masa cuti bersama selama sembilan hari pada bulan lalu.
Pada Juni 2019, BPS mencatat kinerja ekspor turun 20,54 persen dibanding Mei 2019 menjadi 11,78 miliar dolar AS. Sementara itu, dari sisi impor, BPS menyatakan terjadi penurunan dibanding Mei 2019 sebesar 20,70 persen menjadi 11,58 miliar dolar AS.