Senin 08 Jul 2019 16:20 WIB

KNKS Dorong Pertumbuhan Kilat BPRS

Playing field BPRS sering tumpang tindih dengan lembaga lain.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolanda
Kompartemen Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) meluncurkan Tabungan Gaul iB untuk meningkatkan literasi masyarakat dan dana murah, Senin (8/7) di IPB International Convention Center, Bogor, Jawa Barat.
Foto: Republika/Lida Puspaningtyas
Kompartemen Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) meluncurkan Tabungan Gaul iB untuk meningkatkan literasi masyarakat dan dana murah, Senin (8/7) di IPB International Convention Center, Bogor, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Komisi Nasional Keuangan Syariah (KNKS) berkomitmen membangun strategi khusus untuk membantu pertumbuhan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia. Ketua KNKS, Ventje Raharjo mengatakan BPRS sulit tumbuh cepat karena target pasar tumpang tindih dengan lembaga keuangan lain.

"Kami sementara ini simpulkan, kondisi BPRS menarik karena playing field-nya sering tumpang tindih dengan lembaga lain, maka kami mengajak pihak-pihak terkait untuk memperjelas sektor dan fungsinya," kata dia.

Baca Juga

Meski kontribusinya masih kecil, BPRS tetap diharapkan untuk terus berkembang. Apalagi bank dengan target menengah ke bawah ini sebenarnya memiliki kekhasan dalam pendekatan pada sektor UMKM.

KNKS memasukkan BPRS dalam peta jalan pengembangan keuangan syariah. Sebagai subsektor perbankan syariah, BPRS diharap dapat turut serta memperbesar aset perbankan syariah dalam lima tahun mendatang.

Menurut Ventje, KNKS menargetkan aset bank syariah bisa mencapai Rp 2.000 triliun, dari saat ini Rp 488 triliun. Di level BPRS, diharapkan dalam dua hingga tiga tahun kedepan akan menumbuhkan sekitar 300 BPRS baru, baik melalui pembentukan baru, merger, mau pun konversi.

"Ini jadi perhatian juga di KNKS, memang ada masalah dan tantangan yang harus dihadapi," kata dia dalam perayaan Milad BPRS di Bogor, Jawa Barat, Senin (8/7).

Ventje melihat salah satu kesulitan utama BPRS adalah masih rendahnya sistem teknologi BPRS. Hal ini mempengaruhi pelayanan pada masyarakat sekarang yang orientasinya digital. BPRS harus mampu bersaing dengan lembaga keuangan lain dalam menarik dana masyarakat.

Kondisi ini dipengaruhi dan mempengaruhi struktur permodalan BPRS. Kurangnya modal membuat pembangunan infrastruktur digital sulit dicapai. Ventje menyampaikan perlu ada terobosan dalam bidang investasi yang dapat jadi solusi jangka pendek maupun panjang.

Selain itu, BPRS perlu berjamaah dalam melakukan sharing platform digital agar biaya operasional bisa ditekan namun manfaatnya bisa dirasakan BPRS seluruh Indonesia. Selain itu, industri juga dinilai terus perlu melakukan peningkatan dalam tata kelola kelembagaan.

Selanjutnya, mengedukasi masyarakat terkait perbedaan BPRS yang menawarkan biaya lebih murah. Pendekatan mendalam dapat dilakukan untuk menarik kepercayaan masyarakat. 

Ventje mengatakan BPRS dapat menjadi salah satu rantai penting dalam ekosistem ekonomi syariah yang sedang dikembangkan. Misal dalam sisi teknologi IT dengan menggabungkan tabungan digital Gaul iB dengan LinkAja Syariah maupun dari sisi pembiayaan untuk pelaku industri halal.

Dengan berkembangkan sistem syariah ini, diharapkan Indonesia bisa menempati peringkat tiga di dunia dalam keuangan syariah. Menurut Global Islamic Finance Report 2018, Indonesia masih menduduki posisi 10.

"Periode lima tahun ini semoga hasilnya Indonesia bukan lagi nomor 10 tapi bisa nomor tiga di dunia," kata Ventje.

Menurutnya, sejumlah program dan target ekonomi syariah KNKS telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Sehingga diharapkan pemerintah pun dapat lebih serius menggarap potensi syariah nasional ini. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement