Senin 08 Jul 2019 14:28 WIB

Pasokan Pangan Masih Stabil Saat Musim Kemarau

Kementan telah mengantisipasi potensi kekeringan di sebagian besar daerah.

Red: EH Ismail
Areal lahan sawah milik petani yang mengalami kekeringan di Bukit Pathuk Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Foto: Humas Pusdatin Kementan.
Areal lahan sawah milik petani yang mengalami kekeringan di Bukit Pathuk Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) mengklaim pasokan pangan masih stabil meski kemarau mengakibatkan kekeringan di sejumlah daerah. Masyarakat mudah menjangkau pangan  untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Musim kemarau tahun ini terpantau lebih lama dibandingkan tahun-tahun sebelumnya sehingga meningkatkan resiko kekeringan dan kebarakan lahan, serta kegagalan panen. Hal ini ditandai dengan majunya awal musim kemarau di bulan April di beberapa daerah di Indonesia.

Hasil pantauan BMKG bahwa wilayah yang telah memasuki musim kemarau meliputi: Aceh (pesisir utara dan timur), Sumatra Utara bagian utara, Sumatra bagian selatan, Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan bagian tenggara, pesisir barat Sulawesi Selatan, pesisir utara Sulawesi Utara, pesisir dalam perairan Sulawesi Tengah, sebagian Maluku dan Papua bagian selatan.

Kejadian perubahan iklim global saat ini menunjukkan kondisi El-Nino Lemah, yang mana anomali SST di wilayah Samudera Pasifik dan Hindia lebih positif dan membawa udara hangat ke wilayah Indonesia. Kondisi ini diperkirakan akan berlangsung setidaknya hingga Januari 2020.

 
photo
Kepala Bidang Non-Komoditas Pusdatin Kementan M Luthful Hakim (kanan) saat memimpin tim meninjau kondisi waduk dan ketersediaan air, pasokan pangan, serta harga bahan pangan pokok di beberapa daerah di Provinsi DIY.

Kementan telah mengantisipasi potensi kekeringan di sebagian besar daerah. Hal ini dilakukan melalui aplikasi Si-PERDITAN. Juga telah merencanakan upaya penanggulangannya. Puncak musim kemarau di perkirakan akan terjadi pada bulan Agustus - September dan berlanjut sampai bulan Oktober. Sementara itu musim hujan diperkirakan akan terjadi pada pertengahan bulan November 2019. Jadi ada pergeseran musim hujan 1-2 bulan yang biasanya terjadi musim hujan di bulan Oktober.

Berpijak pada pengalaman menghadapi dan mengantisipasi kegagalan panen akibat kekeringan tahun 2015 (El-Nino kuat), beberapa langkah operasional yang dilakukan adalah merencanakan jadwal tanam dan pemilihan komoditas tanaman yang tahan kekeringan. Seperti jagung, ubi kayu dan lainnya di bulan Agustus dan September. Karena merupakan puncak bulan kekeringan.

Kedua, mengatur dan menjadwal buka tutup pintu-pintu air di waduk/bendungan dengan memanfaatkan informasi tinggi muka air (TMA) yang ada di aplikasi Si-PERDITAN. Ketiga, optimalisasi penggunaan pompa-pompa air pada sumber-sumber air seperti dam-parit atau sumur dangkal dan dalam oleh Bragade Tanam. 

Keempat, penerapan sistem pembibitan kering dan dapog (tray) serta pengolahan tanah awal, agar begitu hujan  turun bibit dapat langsung ditanam karena kemunduran awal musim hujan (MH) selama 1-2 bulan. Yakni bulan Oktober dan November. Melalui upaya-upaya tersebut kegagalan panen akibat kekeringan dapat diminimalisir kerugiannya.

Untuk mengantisipasi dampak kekeringan, Kepala Pusdatin Kementan Ketut Kariyasa telah menerjunkan Tim Pusdatin pada tanggal 1-4 Juli 2019. Mereka bertugas di beberapa daerah di Yogyakarta. Tim dibagi menjadi 2, yakni yang bertugas memverifikasi kondisi sumber-sumber air, seperti waduk/bendungan dan kondisi pertanaman khususnya pertanaman padi, dan tim yang bertugas melakukan verifikasi dan pemantauan pasokan dan harga beras.

Hasil pantaun tim menunjukkan, kondisi pertanaman padi masih tumbuh dengan baik. Karena air irigasi masih tercukupi walaupun ada pengaturan atau pergiliran jadwal pengairan. Hal ini di buktikan dengan hasil pemantauan terhadap kondisi tinggi muka air (TMA) Waduk/Bendungan Sermo di Kabupaten Kulon Progo. 

Kondisi masih normal dengan elevasi TMA pemantauan 131,49 meter. Elevasi TMA rencana 121,68 meter (per tanggal 1 Juli 2019). Secara umum fase pertanaman padi di beberapa kecamatan di Sleman, Kulon Progo dan Gunung Kidul sangat bervariasi. Yakni: vegetatif-1 umur tanaman 16-30 hari setelah tanam (HST sampai dengan generatif-1 atau mau panen. Kondisi pertanaman padi yang bervariasi ini menggambarkan bahwa panen padi 1-2 bulan ke depan di Provinsi Yogyakarta masih aman sehingga pasokan beras masih cukup.

Hasil pantauan lainnya, pasokan beras masih aman sampai 1-2 bulan ke depan. Harga masih stabil. Pasokan beras di beberapa pedagang eceran di Kabupaten Gunung Kidul, Bantul, Sleman, Kulon Progo dan Kota Yogyakarta sebesar 1-3 ton per pekan. Untuk pasokan beras di beberapa pedagang grosir dan eceran sebesar 5-35 ton per pekan. Harga beras berkisar Rp. 8.500 - 9.500 per kg. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement