Senin 08 Jul 2019 07:01 WIB

PT Garam Manfaatkan Sisa PMN Rp 31 Miliar untuk Serap Garam

PNM merupakan sisa alokasi dana tahun 2015.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Dwi Murdaningsih
Petani memanen garam perdana pada musim olah tahun 2019 di lahan garam Desa Bunder, Pamekasan, Jawa Timur, Jumat (14/6/2019).
Foto: Antara/Saiful Bahri
Petani memanen garam perdana pada musim olah tahun 2019 di lahan garam Desa Bunder, Pamekasan, Jawa Timur, Jumat (14/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Garam menyatakan bakal menggunakan sisa Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 31 miliar untuk melakukan penyerapan garam lokal dari para petambak. Dari alokasi PMN tersebut, setidaknya maksimal penyerapan hingga akhir tahun ini bakal sekitar 28-30 ribu ton garam.

PMN tersebut merupakan sisa dari alokasi dana yang diberikan oleh Kementerian BUMN pada tahun 2015 silam sebesar Rp 300 miliar. Sebanyak Rp 222 miliar digunakan PT Garam mulai tahun 2016 untuk melakukan penyerapan garam petambak dalam rangka stabilisasi harga.  

Baca Juga

Direktur Utama PT Garam, Budi Sasongko menjelaskan, hingga Juli 2019 ini, setidaknya telah terserap sekitar 5.000 ribu ton garam milik petambak. Adapun selama periode 2016 sampai dengan medio 2019 telah terserap sebesar 118 ribu ton garam.

"Kita serap terus garam langsung dari petambak mandiri yang memang punya lahan. Uang negara yang tersisa ada Rp 31 miliar," kata Budi saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (6/7).

Budi menjelaskan, sebanyak 118 ribu ton garam yang telah terserap itu sampai dengan saat ini masih tersimpan di gudang. PT garam belum dapat melakukan penjualan lantaran rendahnya harga garam saat ini yang sekarang bahkan menyentuh Rp 300 per kg. Sementara, harga beli garam dari petambak oleh perseroan sebesar Rp 1.350 per kg.

Perseroan, lanjut dia, tidak dapat begitu saja menjual garam yang telah diserap itu. Sebab, dengan rendahnya harga pasar saat ini dipastikan perseroan bakal menderita kerugian. Sementara, PMN yang digelontorkan pemerintah wajib  memberikan keuntungan.

"Harapan kita setelah menyerap garam petambak Rp 1.350 per kg, bisa dijual lagi dengan harga yang menguntungkan. Hasilnya digunakan untuk membeli garam lagi. Jadi istilahnya ada revolving fund (dana bergulir), tapi itu tidak jalan," kata Budi.

Budi mengakui tidak berjalannya dana bergulir itu lantaran situasi harga pasar yang tidak mendukung. Itu sebabnya, PMN yang dimiliki untuk sementara hanya digunakan untuk membeli. PT Garam akan melakukan penjualan garam serapan petambak ketika harga mulai membaik dan dapat memberikan keuntungan.

Selain menyimpan 118 ribu ton garam hasil serapan, PT Garam saat ini juga masih memiliki 100 ribu ton yang diproduksi langsung oleh perseroan. Stok itu merupakan sisa dari hasil produksi 2018 sebesar 370 ribu ton.

"Jadi stok kita saat ini ada 200 ribu ton lebih. Memang dilema karena PT Garam tidak punya peran penyerapan. Kita menyerap garam karena ada penugasan lewat PMN," kata Budi.

Budi menambahkan, tahun ini pihaknya menargetkan produksi garam oleh perseroan dapat mencapai 400 ribu ton. Hal itu bisa tercapai jika musim kemarau mendukung situasi lapangan. Garam yang diproduksi PT Garam, kata Budi, dapat digunakan untuk garam konsumsi bagi masyarakat maupun kebutuhan industri yang menggunakannya sebagai bahan baku. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement