Ahad 07 Jul 2019 17:24 WIB

AIPGI Usulkan Garam Lokal Diserap Semua Sektor Industri

Garam impor dibutuhkan karena kualitas garam lokal belum penuhi kebutuhan industri.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Indira Rezkisari
Petani memanen garam perdana pada musim olah tahun 2019 di lahan garam Desa Bunder, Pamekasan, Jawa Timur, Jumat (14/6/2019).
Foto: Antara/Saiful Bahri
Petani memanen garam perdana pada musim olah tahun 2019 di lahan garam Desa Bunder, Pamekasan, Jawa Timur, Jumat (14/6/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) mengungkap penyerapan garam lokal oleh industri saat ini baru dilakukan oleh sektor aneka pangan. Akibatnya penyerapan garam milik petambak untuk kebutuhan industri di Tanah Air belum dapat maksimal.

Sekretaris Jenderal AIPGI, Cucu Sutara, mengatakan tahun ini industri aneka pangan hanya mendapatkan jatah impor sebesar 360 ribu ton dari kuota impor garam industri tahun 2019 sebesar 2,7 juta ton. Sisanya, kebutuhan industri aneka pangan dipenuhi dari pasokan lokal sebesar 1,12 juta ton.

Baca Juga

Alokasi penyerapan garam lokal tersebut telah dituangkan dalam nota kesepahaman yang diteken pada tahun lalu. Penyerapan garam lokal terjadi mulai Juli 2018 hingga Juni 2019.

Komitmen jumlah penyerapan itu juga telah dinyatakan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan baru terealisasi sebesar 960 ribu ton. Cucu menegaskan, pihaknya bakal menuntaskan komitmen realisasi pada bulan ini.

"Hanya industri aneka pangan yang menyerap garam lokal. Makanya kita usulkan ke pemerintah agar ada komitmen teman-teman importir maupun industri sektor lainnya untuk berpikir bersama bagaimana kita bisa memberdayakan para petambak," kata Cucu, Ahad (7/7).

Ia menilai, industri sektor lain perlu dilibatkan oleh pemerintah agar dapat menggunakan garam lokal. Namun, jika hal itu belum dapat dilakukan dengan alasan kualitas garam lokal yang belum memenuhi standar, Cucu mengusulkan agar ada proyek percontohan yang melibatkan petambak untuk menghasilkan garam berkualitas. Pemberdayaan itu menjadi salah satu jalan untuk mendorong petambak menghasilkan garam yang bisa digunakan industri selain aneka pangan.

Sebagai informasi, masalah klasik penyerapan garam lokal oleh industri akibat adanya disparitas kualitas. Rata-rata garam yang diproduksi oleh petambak kebanyakan hanya memiliki kadar natrium klorida (NaCl) di bawah 94 persen. Sementara, sektor industri seperti farmasi, kapas, dan chlor alkali plant (CAP) mensyaratkan kadar NaCl minimal 96 persen. Tak hanya itu, tingkat kadar air, magnesium, kalsium, sulfat hingga warna garam juga menjadi persyaratan yang tidak bisa ditawar.

Cucu menjelaskan, saat ini terdapat 10 perusahaan industri anggota AIPGI sektor aneka pangan yang menyerap garam lokal. Menurut dia, setelah komitmen penyerapan garam lokal sebanyak 1,12 juta ton selesai, para perusahaan bakal kembali melakukan perjanjian untuk masa penyerapan setahun ke depan.

Ia pun memastikan, alokasi garam impor sebanyak 360 ribu ton untuk 10 perusahaan tersebut tidak bocor ke pasar. Sebagaimana diketahui, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebelumnya menyebut, rendahnya harga garam lokal saat ini akibat terlalu banyak impor garam untuk industri disertai bocornya pasokan ke pasar menjadi komoditas garam konsumsi untuk masyarakat. Harga garam milik petambak saat ini hanya dihargai sekitar Rp 300 per kg.  

"Jadi jangan ada salah paham. Industri aneka pangan pasti menyerap garam lokal. Garam impor kita hanya 360 ribu ton. Itu sedikit dan tidak mungkin bocor ke pasar," ujarnya.

Lebih lanjut, Cucu menyebut, harga pembelian garam lokal oleh industri aneka pangan sekitar antara Rp 1.250 per kg hingga Rp 1.500 per kg. Harga tersebut sudah sangat menguntungkan bagi para petambak. Pihaknya pun memastikan, anggota AIPGI dari sektor aneka pangan tidak pernah membeli garam milik petambak dengan harga RP 300 per kg.

"Menyerap garam petambak sudah menjadi kewajiban kami. Kalau tidak ada aneka pangan siapa lagi yang mau serap garam?" kata dia.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, KKP, Brahmantya Setyamurti Poerwadi, mengatakan sampai dengan akhir tahun 2019 estimasi produksi garam lokal mencapai 2,33 juta ton. Estimasi tersebut tidak jauh berbeda dengan perkiraan tahun lalu dengan mempertimbangkan kondisi iklim dari Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

"Total produksi garam oleh para petambak sudah mencapai 3.164 ton dan produksi dari PT Garam sebesar 10.500 ton. Estimasi produksi tahun ini hampir sama dengan tahun lalu," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement