Jumat 05 Jul 2019 09:29 WIB

Pelaku Industri Wisata Perlu Siapkan Diri Hadapi Era Digital

Masih banyak pelaku industri wisata yang mengeluhkan agen wisata online.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Foto aerial lokasi wisata Situ Bagendit di Banyuresmi, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Selasa (26/3/2019).
Foto: Antara/Adeng Bustomi
Foto aerial lokasi wisata Situ Bagendit di Banyuresmi, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Selasa (26/3/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri pariwisata termasuk di antaranya perusahaan perjalanan  wisata maupun akomodasi diminta mempersiapkan diri menghapi perubahaan pasar di era Tourism 4.0. Persiapan itu termasuk perubahan bisnis dari konvesional ke bisnis dengan konsep digital.

"Saya yakin pasar sudah siap karena didominasi wisatawan milenial yang sudah digital, sedangkan industri masih perlu dipersiapkan," kata Menteri Pariwisata Arief Yahya, dalam Rakornas Kemenpar II di Jakarta, Kamis (4/7). 

Baca Juga

Arief Yahya mengatakan, industri pariwisata domestik saat ini belum siap menghadapi era tourism 4.0. Hal itu salah satunya terlihat dari masih banyaknya keluhan para pelaku usaha perjalanan wisata yang masih mempersoalkan online travel agent (OTA) serta bagaimana seharusnya menyikapi hal tersebut. 

Perubahan itu menurut Arief, merupakan suatu keniscayaan karena saat ini perilaku pasar sudah berubah dan telah bergeser ke arah digital. “Dalam industri pariwisata perubahan customer behavior terlihat ketika melakukan search and share yang 70 persen sudah melalui digital. Industri travel agent sudah tidak lagi bisa mengandalkan walk in service untuk reservasi tiket dan memilih paket wisata. Semua sudah berubah dengan digital,” kata dia. 

Oleh sebab itu, Arief mengatakan suka tidak suka industri pariwisata harus mengikuti perubahaan pasar yang bergeser ke digital tersebut. Dalam menghadapi perubahaan bisnis tersebut,  kata Arief Yahya, hanya ada dua pilihan yakni menghadapi persaingan (compete) atau bekerja sama (colaboration). 

"Kalau yang pertama menjadi pilihan, industri pariwisata harus membuat platform berbasis online sendiri. Misalnya, Asita membuat asita.co.id. dan PHRI membuat bookingina.com, sedangkan jika pilihan kedua mau tidak mau harus berkerja sama dengan perusahaan online," tuturnya menambahkan. 

Sementara itu, dalam menghadapi tourism 4.0, Kemenpar telah menyiapkan strategi umum untuk membantu industri wisata. Namun, kunci dari strategi tersebut dibutuhkan sumber daya manusia yang mumpuni. Ditetapkannya tahun 2019 sebagai tahun perbaikan SDM, maka seharusnya hal itu dapat menjadi momentum. 

Rakornas II merupakan kelanjutan dari Rakornas I Kemenpar Tahun 2019 yang berlangsung pada Februari lalu. Pada Rakornas I sebelumnya, dihasilkan enam program inisiatif. 

Di antaranya program pemetaan digital maturity di industri pariwisata di Indonesia, program pemetaan kompetensi, kurikulum, dan metode pembelajaran dan sertifikasi WIDT 4.0, program kerjasama link and match antara Perguruan Tinggi Negeri Pariwisata (PTNP) dan industri di bidang pengembangan kompetensi digital.

Selain itu, juga terdapat program pengembangan dan pembinaan SDM desa wisata dengan PTNP, dan program kerja sama pengembangan startup pariwisata dan industri kreatif di berbagai destinasi wisata, serta program pengembangan dan pelatihan WIDI Champion.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement