REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Budi Waseso batal mundur dari jabatannya. Pembatalan ini terkait keterlibatan Bulog dalam penyaluran beras Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
"Kan sudah. Artinya sekarang sudah diserahkan ke Bulog, peran Bulog jelas kan. Kalau umpamanya tidak diberi peran berarti tidak ada Bulog," kata pria yang akrab disapa Buwas tersebut usai dibukanya rapat koordinasi bantuan sosial pangan di Jakarta, Kamis (4/7).
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Buwas siap mundur dari jabatannya sebagai Dirut Perum Bulog jika peran Bulog selaku distributor untuk beras bansos diambil alih sepenuhnya oleh Kementerian Sosial.
Terkait permasalahan tersebut, Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita yang membuka rapat koordinasi bantuan sosial pangan tersebut menyatakan selaku Mensos ia berkomitmen untuk menggelar karpet merah bagi keterlibatan Bulog dalam pemenuhan kebutuhan pangan tersebut.
"Saya yakin dengan mekanisme pemasaran Bulog di bawah Buwas,Perum Bulog akan bekerja secara optimal dalam penyaluran BPNT.Jangankan 70 persen, 100 persen kami welcome, jangan kan di daerah terpencil, daerah-daerah yang memang relatif lebih mudah kami juga sampaikan agar Bulog bisa berpartisipasi," kata Mensos.
Mensos mengatakan, Bulog akan ditunjuk sebagai manajer suplai yang akan mengkoordinasikan pendistribusian beras di elektronik warung gotong-royong (e-Warong) dan juga dapat merangkul pihak swasta untuk memenuhi kebutuhan pangan tersebut.
Sementara itu Buwas mengatakan, keterlibatan Bulog bukan terkait masalah keuntungan tapi terkait dengan peran pemerintah untuk bertanggung jawab terhadap kontrol dan menjamin kualitas beras yang sampai ke masyarakat penerima bansos.
Transformasi bantuan pangan dimulai dari operasi pasar pada 1998 lalu berubah menjadi subsidi raskin pada 2002 yaitu transformasi subsidi pangan dari program darurat ke program perlindungan sosial. Pada 2013 Kementerian Sosial menjadi Kuasa Pengguna Anggaran program subsidi raskin.
Selama 19 tahun pelaksanaan, subsidi Raskin/Rastra dinilai oleh banyak kalangan masih belum memenuhi prinsip 6T yaitu tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat administrasi, dan tepat kualitas.
Hasil kajian Bank Dunia (2012 dan 2014) dan KPK (2014) menyebutkan berbagai masalah dalam pelaksanaan program antara lain ketidaktepatan sasaran, ketidaktepatan kuantitas beras yang diterima, dan kualitas beras yang buruk.
KPK bahkan menginventaris sembilan modus penyelewengan yaitu data sasaran target yang tidak valid, distribusi fiktif, penggelapan beras, harga tebus beras yang lebih mahal dari seharusnya, pengurangan jatah beras, indikasi suap kepada petugas di lapangan, pemberian beras kepada masyarakat yang tidak berhak, dan penggelapan uang tebus beras.
Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan pemenuhan prinsip 6T, pada Ratas tentang Penanggulangan Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi tanggal 16 Maret 2016, Presiden memberikan arahan agar di tahun 2017, penyaluran Rastra dilakukan melalui kupon elektronik (e-voucher) agar tepat sasaran dan mudah dipantau.
Lalu bertransformasi menjadi Subsidi Rastra ke BPNT secara Bertahap di 44 Kota, Subsidi Rastra di 470 Kab/Kota pada 2017. Mekanisme subsidi dialihkan seluruhnya menjadi Bantuan Sosial Pangan pada 2018.