REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT PLN (Persero) melakukan pembatasan operasional pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang berbasis bendungan. Hal itu dilakukan seiring kekeringan yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia.
Pelaksana Tugas Direktur Utama PLN, Djoko Rahardjo Abumanan, mengatakan, pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) memang dapat dipengaruhi pada kondisi alam. Terutama PLTA yang mengandalkan debit air untuk menghasilkan tenaga listrik.
"Maka pada musim kering, kami atur output listrik maksimum pembangkit. Pada musim hujan dia 24 jam beroperasi untuk menghasilkan listrik, pada musim kering dibatasi 5 jam operasional," kata Djoko kepada Republika.co.id, Selasa (2/7).
Djoko menjelaskan, PLTA pada dasarnya selain ada yang menggunakan bendungan untuk menampung air, juga ada yang memanfaatkan aliran air sungai. Di Pulau Jawa, kata Djoko rata-rata menggunakan bendungan sebagai basis tenaga listrik dari PLTA.
Disaat musim kering seperti saat ini, PLTA yang mengandalkan bendungan tentu bakal mengalami penurunan pasokan air. Sebab, bendungan tersebut bergantung pada kawasan hutan disekitarnya yang menjadi tempat penyimpan cadangan air.
"Karena itu ketika musim kering ini, PLTA berbasis bendungan juga akan memanfaatkan cadangan air dari sekitarnya. Tapi, memang tidak bisa maksimal," kata Djoko.
Meski adanya pembatasan operasional, Djoko memastikan pasokan listrik terhadap masyarakat tidak akan berkurang. Sebab, PLTA bekerja penuh pada saat musim hujan sehingga tenaga listrik yang disimpan mampu menutupi kebutuhan saat operasional pembangkit dibatasi.
Selain itu, khusus di Pulau Jawa, saat ini terdapat berbagai pembangkit listrik baik dari energi fosil maupun EBT. Pembangkit-pembangkit yang ada saat ini, kata Djoko, dapat saling bekerja untuk memasok listrik bagi masyarakat.