REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perum Bulog berencana mengajukan penugasan pelepasan ekspor cadangan beras pemerintah (CBP) guna menghindari penurunan kualitas dan mutu beras. Sehingga ke depan, Bulog dapat mengoptimalisasi penyerapan beras panen raya petani yang masih berlangsung.
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso menegaskan, CBP yang akan dilepas ke pasar ekspor merupakan sisa pengadaan beras impor yang dilakukan pemerintah dalam kurun waktu Januari-Agustus 2018 sebesar 1,4 juta ton. Artinya, usia masa simpan beras impor tersebut sudah hampir mencapai satu tahun.
“Segala kemungkinan bisa saja kita lakukan, salah satunya diekspor. Negara-negara tetangga kita seperti Timor Leste dan Papua Nugini pasti butuh dan berminat beras kita,” kata Buwas kepada wartawan dalam acara Halal Bihalal, di Gedung Bulog, Jakarta, Selasa (2/7).
Adapun mekanisme pemasaran beras tersebut, kata dia, menunggu adanya penugasan dari pemerintah. Namun apabila Bulog tidak kunjung mendapatkan penugasan tersebut, pihaknya akan melepaspasarkan CBP melalui mekanisme komersil. Menurut Buwas, tindaklanjut penyaluran beras Bulog melalui mekanisme ekspor lantaran minimnya opsi penugasan penyaluran terhadap Bulog dari pemerintah.
Seperti diketahui, penyaluran CBP dapat disalurkan melalui mekanisme penugasan yang diberikan seiring adanya beberapa program pemerintah. Program-program tersebut antara lain Beras Sejahtera (Rastra), bantuan sosial (Bansos), hingga Bantuan Pangan NonTunai (BPNT). Dilemanya, kata Buwas, program krusial penyaluran seperti rastra dihentikan sejak 2012 secara bertahap hingga Mei 2019 ini.
Di sisi lain, target Bulog memasok 70 persen CBP dalam program BPNT menemui titik buntu setelah Kementerian Sosial (Kemensos) memutuskan untuk menyerahkan 70 persen pengadaan BPNT dilepas ke pasar bebas. Buwas menyebut, Bulog hanya ditawarkan opsi pengadaan beras sebesar 70 persen dari 30 persen kuota tersisa. Adapun 70 persen dari 30 persen kuota tersisa tersebut berada di wilayah-wilayah tertinggal dan terpencil yang sulit diakses.
“Ini kita ditawari begitu, nggak bisa begitu. Sementara swasta diberi porsi besar di daerah yang menguntungkan,” kata dia.
Dengan ketetapan Kemensos terhadap program BPNT tersebut, menurutnya peran penyaluran beras Bulog menjadi minim dan dapat memicu penurunan kualitas beras. Padahal, kata Buwas, dana pengadaan penyerapan beras Bulog didapatkan melalui mekanisme dana talangan atau pinjaman yang bunganya terus berjalan. Di sisi lain, Bulog juga terus digenjot melakukan penyerapan panen petani sebagai amanah dari Undang-Undang.
“Kita disuruh serap panen beras petani, uangnya kita pinjam dan ada bunganya, tapi kita seakan nggak dikasih opsi untuk menyalurkan secara optimal,” kata dia.
Terkait dengan 50 ribu ton beras Bulog yang mengalami kualitas penurunan mutu, Buwas membantah hal tersebut. Menurut Buwas, 50 ribu ton beras itu merupakan beras yang masa masuk ke gudang lebih awal di banding beras-beras lainnya. Sehingga, ke-50 ribu ton beras itu bakal dimasukkan ke dalam skala prioritas penyaluran, baik itu secara komersial atau pun penugasan.
Ditemui terpisah di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Direktur Pengadaan Bulog Bachtiar menyebut terdapat 50 ribu ton CBP yang berpeluang mengalami penurunan kualitas. Sehingga, kata dia, optimalisasi penyaluran oleh Bulog harusnya diberikan sehingga mekanisme stabilitas menjaga pasokan dan harga di pasaran oleh Bulog dapat terus berlangsung.
“Kita kan ingin hadir untuk negeri, tapi kalau giliran yang enggak enaknya kenapa dikasihk ke Bulog? Harusnya adil, apalagi Bulog tidak ada kepentingan dagang. Kami semata-mata berperan sebagai buffer stock negara,” kata Bachtiar.