Senin 01 Jul 2019 21:12 WIB

KPPU Endus Kasus Dugaan Kartel Bisnis Penerbangan Domestik

KKPU menilai penerbangan domestik menjadi sektor yang paling banyak ada masalah.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Dwi Murdaningsih
Petugas memeriksa tiket pesawat penumpang di Low Cost Carrier Terminal (LCCT) atau Terminal khusus penerbangan maskapai berbiaya rendah usai peresmian operasionalnya di Terminal 2 F Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (1/5/2019)
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Petugas memeriksa tiket pesawat penumpang di Low Cost Carrier Terminal (LCCT) atau Terminal khusus penerbangan maskapai berbiaya rendah usai peresmian operasionalnya di Terminal 2 F Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (1/5/2019)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengendus rangkaian dugaan kartel bisnis penerbangan domestik. Kartel tersebut, dilakukan dengan cara menguasai pasar penerbangan secara penuh yang berimplikasi pada mahalnya harga tiket pesawat.

KPPU menyebut, penguasaan pasar tersebut diawali dengan strategi rangkap jabatan direksi Grup Garuda Indonesia terhadap Grup Sriwijaya Air. Komisioner KPPU, Guntur Saragih, mengungkapkan, sorotan terhadap Garuda dan Sriwijaya bermula dari rangkap jabatan yang dilakukan oleh Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero), I Gusti Ngurah Ashkara. Lelaki yang akrab disapa Ari itu menjadi komisaris utama anak usaha Garuda, Citilink sekaligus Sriwijaya Air.

Selain itu, Direktur Utama Citilink, Julaindra Noertjahjo juga menjadi Komisaris Sriwijaya Air. Guntur mengatakan, Grup Garuda Indonesia bersama Grup Sriwijaya memang tengah melakukan Kerja Sama Operasional (KSO). Sebagai catatan, KSO tersebut dilakukan pada November 2018 atau sebelum adanya isu kenaikan tiket pesawat.

Namun, Guntur menekankan, KSO tetap harus mengedepankan persaingan bisnis yang sehat. Karena itu, rangkap jabatan tersebut memberikan sinyal adanya upaya pengendalian Garuda terhadap Sriwijaya.

"KSO dimungkinkan dalam konteks bisnis, tapi kalau KSO untuk mengendalikan pemasaran, orang-orang Garuda masuk ke Sriwijaya, itu melanggar," kata Guntur dalam Konferensi Pers di Kantor KPPU, Jakarta Pusat, Senin (1/7).

Setelah dugaan penguasaan Sriwijaya Air oleh Garuda Indonesia, KPPU menilai adanya skenario kartel bersama Lion Air Group yang merupakan perusahaan swasta nasional. Menurut Guntur, dengan dikuasainya pasar penerbangan oleh dua industri raksasa nasional itu, maka terjadi suatu tindakan kartel harga tiket pesawat.

Seperti diketahui, semenjak akhir tahun lalu harga tiket mengalami kenaikan signifikan. Berbagai upaya dilakukan pemerintah, namun tak juga membuahkan hasil. "Progres terdepan saat ini soal rangkap jabatan. Selanjutkan soal kartel tiket akan kita putuskan apakah masuk persidangan atau tidak," kata Guntur.

Namun, ia menyebut, kasus kartel pesawat tak berhenti pada isu rangkap jabatan dan kartel tiket. Menurut KPPU, naiknya biaya kargo pesawat di dalam negeri ikut dan penunjukkan khusus agen travel haji dan umrah menjadi bagian dari rangkaian kartel Garuda dan Lion Air.

Tak puas sampai disitu, pemain ketiga di Indonesia, AirAsia yang merupakan maskapai asing diduga diboikot oleh travel agent. Dugaan boikot tersebut, berdasarkan kasus hilangnya penjualan tiket AirAsia melalui platform jual-beli tiket transportasi via daring, Traveloka.

Guntur mengatakan pihaknya telah memanggil beberapa plaftorm daring yang ada di Indonesia. "Jadi lengkap sudah satu rangkaian kartel. Namun, KPPU menjalani penegakan perkara ini satu per satu," kata Guntur.

Ia pun mengakui KPPU saat ini mengerahkan seluruh sumber daya manusia yang dimiliki untuk terus mendalami isu dalam industri penerbangan. Guntur menilai, industri penerbangan domestik menjadi salah satu sektor yang paling banyak mengalami masalah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement