REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Indef Rusli Abdullah mengatakan pemerintah perlu melakukan sejumlah langkah antisipasi untuk menjaga ketersediaan pangan saat memasuki musim kemarau. Saat ini, sejumlah daerah di Indonesia telah memasuki musim kemarau.
Musim kemarau, menurut Rusli, berdampak pada menurunnya produksi pangan di sejumlah daerah. Hal ini dikhawatirkan mengakibatkan harga pangan seperti beras melambung tinggi.
"Antisipasi bulan Agustus beras akan naik karena dampak kekeringan terutama di Jawa bagian selatan," kata Rusli Abdullah saat dihubungi Antara di Jakarta, Senin (1/7).
Berdasarkan data Inarisk dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), risiko kekeringan di Indonesia mencapai 11,77 juta hektare tiap tahunnya. Bencana ini berpotensi menimpa 28 provinsi. Untuk itu, dia mengatakan pemerintah perlu memantau daerah mana saja yang terdampak kekeringan dan menjaga pasokan pangan di daerah tersebut dengan menggunakan stok beras dari Bulog.
"Beras Bulog itu juga banyak melimpah dan bisa diupayakan dan disalurkan ke daerah yang terkena kekeringan," ujarnya.
Dia juga menegaskan perlu rutin dilakukannya pengawasan oleh pemerintah daerah dan juga dinas pertanian setempat untuk mengantisipasi adanya pihak atau oknum yang melakukan penimbunan beras yang berakibat pada kenaikan harga. Selain itu, Rusli menyebut bahan pangan alternatif seperti jagung dan singkong juga bisa dimanfaatkan sebagai pengganti beras bagi daerah yang terdampak kekeringan.