REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) berupaya mengembangkan potensi desa di sektor wisata. Berdasarkan data Potensi Desa tahun 2018, terdapat 3.178 objek wisata yang ada di 122 kabupaten daerah tertinggal, sehingga potensi pariwisata di daerah tertinggal perlu dikembangkan dalam rangka percepatan pembangunan daerah tertinggal.
“Kami mencoba mencari pendekatan baru di dalam pembangunan pariwisata ini seperti apa. Dan kami akhirnya berpikiran bahwa pengembangan pariwisata harus dilakukan secara digital,” ujar Direktur Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal (Dirjen PDT) Kemendes PDTT, Samsul Widodo saat memberikan sambutan dalam acara Rapat Koordinasi Pengembangan Pariwisata Daerah Tertinggal di Kota Mataram, Rabu (26/6) malam.
Salah satu upaya digitalisasi pariwisata di daerah tertinggal yaitu dengan mengenalkan model sistem elektronik tiket atau e-ticketing di objek-objek wisata maupun desa wisata. Saat tiba di Lombok, kata dia, dia langusng menuju Desa Wisata Sasak Ende.
Sistem e-ticketing sebagai salah satu digitalisasi desa wisata.
"Kita mencoba untuk membuat e-ticketing disitu, dan sekarang sudah berjalan. Melalui e-ticketing, membuat pengelolaan lokasi wisata semakin transparan. Berapa jumlah wisatawan yang datang, berapa total pemasukan, itu semuanya terdata dengan baik dalam sistem, sehingga potensi kebocoran pendapatan daerah maupun desa dapat dicegah,” ucap Samsul.
Desa Wisata Sasak Ende adalah salah satu desa wisata yang sudah menerapkan sistem e-ticketing hasil kolaborasi Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal dengan GOERS, salah satu platform digital pariwisata yang bergerak dibidang ticketing secara online. Menurut Samsul, upaya digitalisasi pariwisata tidak akan bisa berjalan tanpa ada dukungan dari pemerintah daerah.
Dirinya mendorong agar pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, para kepala desa hingga Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dapat mendukung sekaligus mulai menerapkan e-ticketing di lokasi-lokasi wisata. Selain penerapan e-ticketing, digitalisasi pariwisata juga dilakukan melalui promosi atau pemasaran pariwisata secara digital. Ini sebagai solusi pemasaran yang memiliki cakupan secara luas dan dapat menarik sebanyak mungkin wisatawan lokal maupun mancanegara ke destinasi-destinasi wisata yang ada di Indonesia, khususnya di daerah tertinggal.
“Saat ini tren orang piknik, liburan itu sangat besar. Potensi ini harus bisa kita jawab, dengan mengenalkan objek-objek wisata yang ada di daerah tertinggal, lokasinya dimana, transport dan aksesnya seperti apa, karena wisata di daerah tertinggal itu sangat eksotis, jadi harus kita pasarkan secara digital,” kata Samsul.
Lombok, pada tahun 2021 akan menyelenggarakan MotoGP. Event balapan kelas dunia ini diyakini akan menyedot ratusan ribu turis. Untuk itu banyak persiapan-persiapan yang harus dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah, salah satunya dengan juga ikut mempromosikan objek wisata yang ada di Lombok.
“Jangan sampai kita sudah menyelenggarakan MotoGP yang mahal, tapi turis-turis yang datang tidak tahu desa-desa wisata yang ada disini karena tidak dipromosikan secara digital,” ujar Samsul.
Acara Rapat Koordinasi Pengembangan Pariwisata Daerah Tertinggal sendiri berlangsung selama 3 hari sejak dimulai pada Rabu (26/6). Dalam acara tersebut turut hadir selaku narasumber dari Kementerian Pariwisata, Bappenas, GOERS, serta para Kepala Dinas Pariwisata di Daerah Tertinggal selaku peserta.
Pada penyelenggaraan hari kedua, para peserta rapat melakukan kunjungan lapangan ke lokasi wisata yang ada di Kabupaten Lombok Utara, yaitu Gili Trawangan, untuk melihat bagaimana pengelolaan wisata disana sehingga banyak dikunjungi turis mancanegara.
Melalui kunjungan tersebut diharapkan para pemangku kepentingan pariwisata di daerah tertinggal dapat mengamati, meniru dan memodifikasi pengelolaan pariwisata di Gili Trawangan untuk diterapkan di daerahnya masing-masing, sesuai dengan potensi yang ada daerah tersebut.