REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada periode Satgas Ramadhan dan Idul Fitri lalu di Sumatera Utara, Pertamina Marketing Operation Region (MOR) I meningkatkan penyaluran elpiji 3 kg sebanyak 107 persen atau setara dengan 432 ribu tabung per hari. Sedangkan Elpiji Non Subsidi meningkat sebanyak 105 persen, setara dengan 117 metrik ton (MT) per harinya.
Pasca-Lebaran 2019, konsumsi Elpiji baik subsidi maupun non subisidi kembali berangsur normal. "Karena aktivitas masyarakat kembali normal, maka penyaluran elpiji juga kami kembalikan ke jumlah normal. Di wilayah Sumut, rata-rata konsumsi normal untuk elpiji 3 kg sebanyak 400 ribu tabung per hari. Sedangkan untuk elpiji nonsubsidi sejumlah 113 metriks ton (MT) per hari," ujar Roby Hervindo, Unit Manager Communication & CSR MOR I, Jumat (28/6).
Kembalinya konsumsi elpiji ke kondisi normal juga terjadi di Kabupaten Asahan dan Tanjung Balai. Meski sempat mengalami penambahan penyaluran, konsumsi elpiji di kedua wilayah tersebut kini berangsur normal.
"Menjelang dan setelah Lebaran, penyaluran elpiji 3 kg ke Tanjung Balai ditambah hampir 18 ribu tabung. Sementara Kabupaten Asahan ditambah 77.240 tabung," sambung Roby.
Konsumsi normal elpiji 3 kg di Kabupaten Tanjung Balai berada di kisaran 20 ribu tabung per hari. Sementara Kabupaten Tanjung Balai sebanyak 4.251 tabung per harinya.
Menyikapi laporan warga perihal tingginya harga elpiji 3 kg di kedua kabupaten tersebut, Roby memastikan harga elpiji bersubsidi di 610 pangkalan Kabupaten Asahan dan 118 pangkalan di Kabupaten Tanjung Balai sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditentukan. HET untuk Kabupaten Tanjung Balai adalah Rp 16.500 dan Kabupaten Asahan Rp. 17.000 di tingkat pangkalan.
"Kami tengarai ini aksi pengecer yang berusaha meraup keuntungan dengan menaikan harga. Oleh karenanya kami menghimbau warga agar membeli elpiji di pangkalan resmi Pertamina," tutur Roby.
Pertamina menegaskan kembali ke agen dan pangkalan untuk tidak menjual Elpiji bersubsidi ke para pengecer. Agen maupun pangkalan yang terbukti melanggar akan menghadapi sanksi dari Pertamina, mulai dari teguran hingga pemutusan hubungan usaha (PHU).
"Kami mendukung Pemda dan aparat terkait seperti Disperindag dan Polda untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian pengecer. Karena kami tidak punya wewenang mengatur pengecer," kata Roby.